Senin, 24 Desember 2007

Mari Segera Bertaubat

Dalam salah satu hadits qudsi Allah berfirman:

“Wahai Bani Adam, Sesungguhnya selam engkau berdoa dan mengharap kepada-Ku, niscaya Aku ampuni dosa-dosamu, dan Aku tiada akan perduli. Wahai Bani Adam, jika sekiranya dosa dan kesalahanmu setinggi awan, lalu engkau memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni. Wahai Bani Adam, andai engkau datang kepada-Ku dengan membawa dosa seisi bumi kemudian engkau mati dalam keadaan tidak menyekutukan Aku dengan sesuatu pun, niscaya Aku akan datang kepadamu dengan membawa ampunan seisi bumi pula”

(HR. Tirmidzi)

Sebagai manusia yang diberikan ilham kebaikan, pasti senantiasa mengharap kepada Allah Rabbul “izzati untuk diberikan jalan yang lurus (shirothol mustaqim), kemudian hati, lisan dan anggota badan diupayakan semaksimal mungkin untuk mengamalkan aktivitas yang mendulang keridhoan Allah, baik untuk dirinya sendiri, orang lain atau masyarakatnya maupun lingkungan sekitarnya.

Namun yang menjadi kenyataan bersama ialah bukan menjadi barang rahasia bahwa komitmen seseorang yang sudah sedemikian terjaga akhirnya (dapat) patah atau malah hancur berantakan. Hal ini terjadi karena sunnatullahnya hidup adalah diliputi dengan permasalahan yang biasanya sering “mengancam” rencana kebaikan yang sudah kita rancang sebelumnya.

Tekad untuk menjalani hidup secara “lurus” lambat laun akan ternoda baik setitik atau sebelanga. Keburukan perangai yang dipenuhi maksiat akan menghiasi perjalanan anak manusia yang akhirnya menyeret kita masuk dalam pusaran kesalahan. Jadilah kita si pendosa.

Kita harus cepat tersadar dan segera terjaga untuk memahami lalu bertaubat bahwa kita masuk dalam pusaran dosa. Jangan sampai ada dibenak pikiran untuk bertaubat menunggu usia senja atau setelah puas memperturutkan hawa nafsu masa mudanya. Jangan tunggu bertaubat setelah usia sudah lanjut, karena hakekatnya umur manusia adalah misteri yang tak akan terpecahkan sampai kapanpun. Sampai hari ini tidak ada seorangpun yang dapat menjamin dirinya atau orang lain akan berumur panjang. Oleh sebab itu sebagai seorang muslim, bertaubatlah segera apabila berbuat kesalahan kepada Allah tanpa harus menunda-nunda masa tua.

Allah begitu maha penerima taubat. Sangat disayangkan apabila kita menyia-nyiakan ampunan yang telah Allah ikrarkan. Bagi-Nya tidak ada dosa yang tidak terampuni jika dimintakan ampunan kepada-Nya, dan tidak ada kata terlambat sebelum nyawa sampai ditenggorokan. Sejarah Fir’aun dan kaumnya mengajarkan kepada kita bagaimana menjadi percuma taubatnya orang-orang yang terlambat. Sebenarnya Fir’aun dan bala tentaranya bertaubat dengan mengucapkan “Aamantu birobbi musa wa harun” (Saya percaya kepada Tuhannya Musa dan Harun), tapi Allah tidak menerimanya karena garansi nyawa sudah berada di tenggorokan, dan mereka akan dimasukan Allah kedalam seburuk-buruk tempat. Na’udzubillah.

Allah maha penerima taubat. Dikisahkan dalam sebuah hadits yang panjang riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah menceritakan bagaimana Allah tetap menerima taubat, bahkan untuk seorang yang telah membunuh seratus orang sekalipun, namun syaratnya apabila dia ingin benar-benar bertaubat kepada Allah.

Dikisahkan bahwa seorang laki-laki ingin bertaubat setelah membunuh 99 orang. Tatkala ditanyakan kepada seorang rahib mengenai apakah ada kemungkinan taubatnya masih dapat diterima, sang rahib menjawab tidak akan diterima. Ringkas cerita rahib tersebut dibunuh, sehingga lengkaplah ia telah membunuh 100 orang. Kemudian dia bertanya kepada seorang ‘alim terkait permasalahannya tadi, maka si ‘alim pun menjawab bisa karena Allah maha penerima taubat seberat dan sebanyak apapun dosanya. Lalu orang ‘alim tersebut menyuruhnya pergi ke negeri lain untuk bergabung dengan masyarakat yang taat-taat. Dalam hadits itu diceritakan taubatnya diterima oleh Allah sekalipun dalam perjalanan menuju masyarakat yang taat itu ia meninggal dunia.

Mari songsong hidup lebih bersih dengan bertaubat yang menyertakan lima dimensi menuju taubatan nashuha, yaitu menyadari kesalahan, menyesali kesalahan, memohan ampunan kepada Allah (istighfar), berjanji tidak akan mengulang dan yang terakhir adalah menutupi kesalahan masa lalu dengan amal saleh seperti yang dilakukan oleh Umar bin Khottob. Wallahua’lam

Selengkapnya...