Jumat, 28 Maret 2008

Himbauan Gubernur Salah Alamat

HIMBAUAN GUBERNUR KEPRI

KEPADA SELURUH MASYARAKAT PROVINSI KEPRI DIHIMBAU UNTUK MENDUKUNG GABRIEL (WAKIL PROVINSI KEPRI) DALAM AJANG IDOLA CILIK (IDOLA SEMUA IDOLA) TINGKAT NASIONAL DI JAKARTA MINGGU, 30 MARET 2008

Kirim SMS Anda Sebanyak Mungkin
Dengan cara ketik …. (gak boleh ngiklan gratis di sini)

Himbauan di atas terdapat di dua koran terpopuler di Batam. Tidak itu saja di bawahnya juga disertakan nama Gubernur dan Wagub serta Sekda Provinsi Kepri dan spacenya ¼ halaman pula. Yang menarik iklan tersebut tidak cuma bertengger sehari, bahkan sampai saat ini, Jum’at (28/3) adalah sudah hari ketiga.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan isi iklan tersebut, jika yang mengiklankan itu orang tua, kerabat atau apanya si Gabriel. Namun apabila iklan itu dibiayai oleh Pemprov Kepri, hal itu menjadi sesuatu kenyataan yang sangat-sangat salah alamat (walaupun dalihnya atas nama pengharuman nama Kepri). Apa pasal?

Manfaat dari acara tersebut hanya mampu berdiri pada sisi hiburan an sich. Tidak lebih!. Apalagi mereka (yang katanya bintang cilik) dipaksa untuk menjadi dewasa dengan pakaian, lagu dan gaya bicara serta seabrek lainnya.

Kondisi sosial ekonomi warga Kepri yang kian merosot dapat menjadi salah satu alasan. Pengangguran bertambah. Kriminalitas meningkat. Apalagi diperparah dengan begitu mahalnya barang-barang kebutuhan pokok yang sangat mencekik. Beras mahal, minyak goreng lebih lagi. Sudah tahu miskin, dihimbau kirim SMS pula.

Bahkan sekarang banyak tempat di Batam, warganya sudah mulai disibukkan dengan rutinitas mengantri untuk ‘sekedar’ mendapat lima liter minyak tanah. Keadaan nyata ini belum pernah saya membaca di iklan surat kabar jika Gubernur memberikan himbauan kepada pemilik pangkalan dan pihak-pihak terkait untuk memberikan kemudahan kepada warga. Atau minimal memberikan ‘ancaman’ kepada para penimbun dan para begundal lainnya pun tidak pernah ada.

Alangkah bijaknya apabila mulai saat ini, kebanggan pemerintah menyertakan warganya diajang Idola Cilik, Miss Indonesia dan lainnya itu diganti dengan kebanggaan mengirimkan putra terbaiknya untuk mendapatkan jenjang pendidikan yang jelas akan mampu memberikan pencerahan bagi daerahnya. Baik keilmuan agama, eksakta dan non eksakta. Baik di Universitas lokal maupun luar negeri

Apa jadinya jika anak-anak sekarang berpakaian sexi, melengkak-lenggok dan bernyanyi dengan lagu 17 tahun plus. Kira-kira model yang beginikah yang akan memberikan perubahan bagi Indonesia masa depan?

Selengkapnya...

Selasa, 25 Maret 2008

Mertua Datang

Ahad kemarin, rumah kami kedatangan tamu besar. Tamu itu bukan tokoh lokal atau nasional. Tamu besar itu adalah mertua saya yang datang jauh-jauh dari Pangkal Pinang, Bangka dengan satu diantara banyak tujuan, melihat cucu mereka (Nazla dan Aghniya Salsabila).

Dengan menggunakan pesawat paling sore, Ayah dan Mama (demikian kami panggil) tiba di rumah sekitar pukul 20:00. Wajah-wajah tua dan guratan kelelahan seketika langsung sirna manakala mereka melihat Nazla dan Aghniya yang digendong istri saya.

Meski sangat paham anak kedua saya tidak memahami pernyataan mereka, namun naluri kasih sayang kakek-neneknya tidak mempedulikannya. mereka 'cuek' dan langsung beraksi. “Ini Mbah .... ini Mbah ...”, demikian kalimat pertama yang diucapkan mertua saya ketika melihat Aghniya seraya menggendongnya. Karena kalah cepat sang nenek pun akhirnya mencari Nazla, tanpa basi-basi Nazla pun langsung digendong, dicium. Wis pokoknya rame lah. just info, Ayah baru melihat Nazla dan Aghniya, sedang Mama baru lihat Nazla.

Rencananya, mertua saya akan tinggal di Batam sekitar setengah bulan, karena (khusushon) Mama akan mentraining pengasuh anak-anak saya yang juga baru datang jauh dari Magelang, karena jatah cuti istri saya sudah habis. My beloved wife harus berhadapan dengan barang bisu berupa mesin kembali di sebuah perusahaan asing bergerak di bidang elektronik yang ada di kawasan Batamindo

Cukup dengan waktu sehari, Ayah mengetahui kekurangan saya. Bukan tidak hormat, bukan pula suka marahin anaknya (istri saya) dan trade mark buruk lainnya. Kelemahan itu ialah saya tidak bisa (baca: tidak berani) dengan sesuatu yang berbau listrik. Sekedar informasi, lampu lantai II yang ada di luar sudah konslet dua mingguan. Karena gak berani saya biarin begitu saja. Dengan berharap agar mertua saya tidak mengetahuinya

Sehebat-hebatnya Tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Begitupun ‘rahasia’ itu pun akhirnya terbongkar. Awalnya karena Ayah ingin menatap veiw indah di malam hari di lantai II, namun berhubung gelap, tanpa ba-bi-bu langsung mencari saklar, memencet dan pet. Mati lampu. Saya pun akhirnya terus terang kalau jaringan di atas ada masalah.

Orang jujur memang beruntung. Tak lama Ayah komentar, biar nanti siang Ayah betulin (wah tega ya, datang jauh-jauh kok malah betulin listrik). Tidak itu saja, Ayah juga masang fun gantung di kamar. Padahal tuh kipas sudah saya beli dari dulu, karena malas belum sempat dipasang juga. Makasih Ayah .... Makasih Mama ... Duh asyiknya mertua datang. (He ... he .... he .... )

Selengkapnya...

Sabtu, 22 Maret 2008

Aku Sedih ....

Sebagai orang Batam yang setiap hari Insya Allah baca koran (Al Qur’an juga dong) saya merasakan ada berita yang awalnya sangat menarik untuk diikuti namun lama-kelamaan kok justru memuakan (maaf berat lho). Berita itu adalah yang terkait dengan hajatan (Kongres PMII) yang digelar di Batam.

Menarik karena ketika acara baru dibuka oleh Abu Rizal Bakri, utusan dari Jawa Timur melakukan aksi demonstrasi yang mengingatkan kita semua bahwa kader Partai Golkar tersebut harus bertanggung jawab atas kasus lumpur lapindo. Yang lebih menarik, orang terkaya di Indoneisa tersebut sampai-sampai gugup dalam memberikan sambutan karena selalu “dikotori” dengan suara lantang dari utusan lainnya berupa kalimat “Lapindo ... Lapindo ...”

Jujur, adanya aksi menarik tersebut membuat saya dengan ikhlas mengatakan kepada sahabat-sahabat diskusi saya bahwa PMII telah melakukan permainan yang cantik. Sangat cantik malah. Bagaimana tidak, saat itu pagi harinya menjadi head line yang (mungkin) membuat malu dan jengkel Ical.

Namun, pasca aksi cantik itu, lambat laun yang terdengar dari kongres PMII adalah berita miring tentang jalannya acara yang menyedot uang yang besar itu. Judul-judul di halaman depan koran pertama, terdepan dan terpercaya saja menggambarkan suasana yang cukup ‘mengerikan’. Batam Pos, 21 Maret mengambil judul “Kongres PMII di Batam Ricuh”. Koran yang sama pada Sabtu (22/3) tertulis “Kongres PMII Memanas”.

Berita tersebut terbaca peserta Kongres saling berebut pengeras suara. Maju ke depan ke pimpinan sidang dan dengan lantang mereka (banyak kan?) menyuarakan pendapat masing-masing. Bahkan nyaris adu jotos. Hal di atas membuat saya miris. Begitu yang harus dilakukan sekolompok Mahasiswa untuk menyelesaikan masalah. Apalagi menggunakan istilah pergerakan di depan namanya.

Maaf gak bisa nerusin lagi, sedih rasanya saya sebagai orang islam melihat mahasiswa islamnya masih seperti anak-anak. Mahasiswa yang katanya mencerahkan haruskah memberi tontonan yang tidak sehat dan membahayakan?. Semoga kejadian memuakan ini menjadi kenyataan pahit terakhir bagi PMII. Dan bagi kelompok mahasiwa lainnya (apapun namanya) untuk tidak mengikutinya. Berbeda adalah suatu keniscayaan, namun berbuat ricuh, rusuh dan anarki adalah tindakan bodoh yang tidak bisa didiamkan. Semoga menjadi pelajaran. Wallahua’lam.

Selengkapnya...

Rabu, 19 Maret 2008

Tragedi Koran Pagi dan Nazla

Pagi itu saya tidak ngantor (biar keren) karena dua hari full saya mengikuti acara serombongan tokoh nasional dari Jakarta dalam rangka konsolidasi partai yang diberi judul “Safari Dakwah”. Kami berkeliling tiga kota di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dalam dua hari dengan agenda yang super padat.

Karena tidak langganan koran, hari itu sengaja saya berhasrat untuk keluar mencarinya di toko dekat rumah. Apalagi saya penasaran di halaman berapa berita kami dimunculkan. Namun karena istri masih sibuk menangani dua buah hati kami (Nazla dan Aghniya), saya pun ikut berpartisipasi menangani Nazla yang sekarang sudah menjadi langganan.

Akhirnya menjelang dzuhur saya dapat menyalurkan keinginan yang sedari malam sudah direncanakan. Tanpa membuang waktu saya izin ke istri untuk meluncur membeli koran

Pas nyampe rumah langsung dibuka. Tak lama intelektual kecil kami (Nazla) ikut nimbrung buka-buka surat kabar yang memang sudah menjadi kebiasaannya setiap kali kami membaca apa saja.

Untuk menghindari ‘insiden’ yang tidak diinginkan, bagi waris koran pun menjadi solusinya. Saya dapat bagian halaman nasional dan ekonomi dan bisnis, Nazla kebagian metropolis dan pro kepri. Sebenarnya yang paling saya sukai dari Batam Pos adalah berita nasional dan metropolis (berita ke-Batam-an).Tidak tahu kenapa kok saya serahkan metropolis kepadan bidadari saya (mungkin lagi asyik baca berita nasional kali yang waktu itu mbahas Pak Tif)

Saya perhatikan kok tumben dia tidak merebut bagian yang saya baca. Iseng saya cek, eh ternyata koran tersebut sudah basah kuyup terkenan pipis. Oh jadi dia agak kalem karena lagi menikmati pipisnya, langsung saya membatin.

Langsung saya angkat menuju ke kamar mandi. Bersih-bersih. Kemudian saya pel dan terakhir saya jemur tuh koran. Karena alhamdulillah siang itu Batam puanase puol, tak lama pun kering. Karena masih penasaran saya ambil dan baca lagi. Biar masih ada bau “wangi” sedikit yang penting informasinya bung.

Selengkapnya...

Selasa, 18 Maret 2008

Lagi, Tentang Syarat Presiden

Pemilihan presiden memang masih satu tahun lebih, namun saat ini parlemen sedang menggodok ketentuan dan syarat yang terkait dengan pemimpin negara yang tidak pernah basi dibahas ini.

Setelah Golkar dan PDIP ‘show of force’ dengan mengajukan syarat 30 persen yang belum gool, saat ini yang sedang menjadi perbincangan hangat berkaitan dengan syarat capres yang harus berpendidikan minimal sarjana. Ada juga salah satu fraksi (F-PKS-red) yang mengusulkan umur capres tidak lebih dari 60 tahun.

Walaupun syarat pendidikan S1 adalah cerita lama, namun masih saja memiliki daya gertak yang lumayan ampuh. Buktinya, Ketum PDIP, Megawati langsung berteriak lantang menolaknya. Tidak itu saja, mantan Presiden ini juga dihadapan pengurus sayap organisasi barunya (Baitul Muslimin-red) mengatakan bahwa untuk menjadi nabi tidak perlu harus berpendidikan sarjana.

Karuan saja, statement istri Taufik Kiemas ini menuai banyak kecaman dari berbagai pihak. Sedikitnya dua petinggi partai memberikan kritik keras terhadap pernyataan Megawati tersebut. Sebut saja Nizar Dahlan. Ketua DPP PBB mengatakan perbandingan presiden dengan Nabi sama saja mengecilkan peran dan fungsi Nabi sebagai pembawa risalah yang diutus oleh Allah.

Bahkan, Roy BB Janis mantan orang dekatnya yang saat ini sebagai Ketua PDP pun mengecamnya. Menurutnya statement Megawati itu tidak relevan dan blunder. Dia mengajarkan seharusnya yang dicontohkan Megawati adalah Soekarno-Hatta, bukan Nabi, karena Nabi itu pilihan Tuhan.

Soal syarat capres maksimal berumur 60 tahun pun kian ramai dibicarakan di tingkat elit partai. Pada acara Demo Crazy yang digelar Metro TV, Agun Ginanjar, anggota Fraksi Golkar secara tegas menyatakan fraksinya menolak tawaran tersebut. Menurutnya aturan tersebut menghambat warga negara untuk mencalonkan diri sebagai presiden.

Sedang Mustafa Kamal, anggota F-PKS beralasan pemimpin negara berada dalam posisi yang strategis, untuk itu haruslah diberikan kriteria yang seideal mungkin karena menyangkut masyarakat banyak, termasuk tentang kriteria sarjana dan umur capres yang dibatasi.

Fenomena tarik-menarik di atas adalah suatu kenyataan. Terserah, mana yang lebih benar dan memperjuangkan untuk kepentingan rakyat adalah hak anda untuk memutuskan. Yang terpenting kita doakan semoga Indonesia kita benar-benar menjadi negara yang baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur. Wallahua’lam

Selengkapnya...

Selasa, 11 Maret 2008

Jangan Pilih Mereka!

Beberapa hari lalu kita mendengar berita sumbang adanya perselingkuhan politik di senayan. Dimana sembilan parpol yang tidak lolos electoral threshold (ET) namun memiliki kursi di DPR mendapat bonus freepass untuk dapat bertarung di pemilu 2009 tanpa harus cape-cape mengikuti proses verifikasi di Depkumham.

Sepertinya publik sebentar lagi akan mendengar berita yang tidak kalah “gilanya”. Yaitu mengenai kekeukeuhan dua parpol besar yang sudah mensosialisasikan konsep UU Pilpres dengan syarat minimal pengajuan adalah 30 persen dari kursi DPR yang dimiliki.

Sebenarnya konsep di atas diajukan pertama kali oleh Partai Golkar (PG), namun (karena merasa sama-sama superior) akhirnya diamini oleh seteru politiknya (PDIP) yang saat ini memang sudah sering bergandengan tangan dan “bermesra-mesraan”.

Fenomena di atas adalah potret buruk perpolitikan yang dapat dilihat secara kasat mata. Partai-partai besar (PG dan PDIP) hampir tidak akan pernah “berdarah-darah” jika yang dirumuskan adalah masalah yang terkait dengan sosial dan kemasyarakatan. Lumpur lapindo misalnya. Namun untuk masalah perubahan sistem pemilu dan syarat pencalonan presiden 30 persen mereka paling getol memperjuangkannya, karena satu tujuan: keuntungan politik.

Melalui anggota Pansus RUU Pilpres dari Fraksi PG, Ferry Mursyidan Baldan, PG beralasan syarat dukungan pencalonan presiden 30 persen adalah agar terbentuk koalisi permanen selama satu periode pemerintahan.

Apapun alasannya, PG dan PDID tetaplah yang paling diuntungkan. Logikanya jika PG mendapat 20 persen, Partai Demokrat (PD) 8 persen dan PAN 6 persen, kemudian berkoalisi, mungkinkah yang akan dicalonkan presiden itu adalah kader PD atan PAN? Begitu juga dengan PDIP. Apakah partai yang mengaku paling nasionalis itu akan rela jika Mbak Mega hanya dijadikan wakil presiden padahal mengantongi suara yang paling banyak?

Padahal apa yang diharapkan rakyat itu seringkali tidak kompak dengan kepentingan parpol. Lihat saja SBY-JK, walaupun diusung oleh partai-partai kecil akhirnya toh mereka menang juga. Dan PG buru-buru mengaku menjadi partai pendukung mereka (tentunya setelah JK duduk sebagai ketua umum PG)

Hal ini terbukti bahwa, Partai Golkar dan PDIP khususnya adalah partai yang sangat–sangat pragmatis, culas dan tidak peduli dengan kepentingan rakyat. Reformasi di tubuh Partai Golkar yang senantiasa dijadikan jualan dan slogan sebagai partai wong cilik bagi PDIP adalah omong kosong. Jadi jangan pilih mereka di pemilu 2009, titik!.

Wallahua'lam

Selengkapnya...

Selasa, 04 Maret 2008

Imunisasi

Tiba-tiba menjelang tidur, Umi Nazla (istri saya) bertanya “Mas, di koran ada berita tentang imunisasi seperti apa sih?”. Saya langsung menaruh curiga, jangan-jangan my beloved wife itu dapat berita ‘miring’ tentang imunisasi. Mirip pak polisi saya menginterogasi

“Emang dapat informasi seperti apa mi?” “Nggak, makanya di koran ada berita apa tentang imunisasi?”, sergah istri saya tak kalah hebat. Dengan percaya diri saya memberikan keterangan bahwa beberapa hari yang lalu di Batam Pos ditulis bahwa bayi yang baru lahir supaya jangan terlalu lama untuk diimunisasi DBT (kalo tidak salah_habis korannya dicari gak ketemu-ketemu sih). Dan bla ... bla ... bla ....

“Ada apa emang mi?, saya mengulang pertanyaan awal. “Tadi teman telpon, katanya lagi bingung anaknya yang seumuran Aghniya (baru satu bulan) mau diimunisasi atau tidak, karena dia dapat info jika imunisasi itu berbahaya dan bla … bla … bla ….

Berlagak sok bijak, saya katakan pro dan kontra, positif dan negatif terkait imunisasi itu pasti ada. Bahaya imunisasi itu mungkin ada karena ada beberapa kasus yang memang santer diberitakan. Namun manfaatnya juga ada kan? Buktinya (alhamdulillah) Nazla sehat, sudah bisa jalan dll. “Iya mas, saya juga kadang bingung, tidak dimunisasi dengar kabar campak, diimunisasi dapat berita bahaya”, gerutu istri saya.

Kesimpulan saya kepada istri adalah, bagi orang yang kontra dan mengatakan imunisasi itu berbahaya seharusnya juga menyertakan solusinya, jangan sekedar mengatakan itu berbahaya tapi tidak memberikan alternatif. Diperparah kadang orang yang mengatakan miring terkait imunisasi data-datanya kurang lengkap dan tidak valid tur yang ngomong itu (maaf) kurang capable secara ilmu kedokteran.

Namun, sudah menjadi rahasia umum jika sekarang banyak terjadi mal praktek. Jadi bingungkan?

Beberapa bulan lalu saya bersama beberapa pengurus partai dakwah bersilaturahim ke rumah Ketua MUI Batam, KH. Usman Ahmad. Selain berdiskusi tentang keIslaman, keIndonesiaan dan keBataman, kami juga sempat diberikan wejangan berupa bahaya imunisasi. Pak Kyai mengatakan kandungan imunisasi itu bisa merusak otak dan bahaya-bahaya lainnya.

Namun disisi lain, saya pernah mendengar pernyataan mantan Ketua DPW PKS Kepri yang nota bene seorang dokter. Beliau mengatakan semua informasi tentang imunisasi yang miring itu kurang benar. Dan ini masih hangat sebelum diposting saya sempat bertanya kepada kepada salah seorang Ustadz bergelar ‘Lc” yang mampir ke ruang kerja saya mengatakan “Imunisasi syubhatnya banyak”.

Keterangan di atas hanyalah sumber tiga orang dari ribuan orang yang pro dan kontra tentang imunisasi. Ketika mencoba cari beberapa blog juga hasilnya sama: pro dan kontra. Anda yang pro apa yang kontra hayoo?

Selengkapnya...