Jumat, 27 Februari 2009

PD Tanpa SBY, PDIP Tanpa Mega, Apa Jadinya?


Mengagetkan, mengherankan dan memuakkan adalah pekerjaan baru yang dilakukan oleh lembaga survey politik. Ini semakin menguatkan, bahwa keberadaan lembaga survey merupakan proyek akal-akalan yang sengaja dimainkan oleh parpol untuk mengarahkan pilihan masyarakat

Bagimana tidak? Seolah semua bisa diatur. Hari ini versi lembaga ‘A’ pemenangnya Partai Demokrat (PD), kemarin versi lembaga ‘B’ jawaranya Partai Golkar, sedang yang lalu, versi lembaga ‘C’, PDIP menjadi partai berelektabilitas tertinggi. Besok lusa, bisa dijamin salah satu dari ketiga partai ini yang bakal menyandang predikat the champions.

Melihat permainan ketiga partai ‘besar’ di atas, justru semakin meyakinkan jika statement Presiden PKS, Tifatul Sembiring yang menyatakan, 2009 adalah akhir dari generasi tokoh nasional, terutama SBY, Megawati dan Jusuf Kalla ini sepertinya bukan isapan jempol.

Untuk itu, agar tetap survive, diantara mereka (yang juga sebagai pembesar parpol) melakukan berbagai cara untuk mempertahankan eksistensinya di jagad perpolitikan, termasuk dengan memainkan survey. Karena siapapun yang gagal, tidak menutup kemungkinan sebagai langkah awal kepunuhan partai tersebut

PD misalnya, jika pada pilpres mendatang SBY keok, maka keberadaan partai berlambang segi tiga biru ini pasca pilpres diprediksi bakal hancur. Memang di PD masih ada Anas Urbaningrum dan lainnya, namun bisa apa mereka tanpa SBY? Jika tetap keukeuh menunggu tuah SBY di 2014, maka berapa tahun sudah umur SBY?

Begitu demikian Megawati dengan PDIP-nya. Jika terjungkal dalam laga pilpres mendatang, maka disinyalir, 2014 PDIP siap berada di ‘museum’ sejarah perpolitikan Indonesia, karena sosok kharismatik Megawati sudah tak berdaya digerogoti oleh umur yang semakin menua.

Di sisi lain, sosok Guruh sebagai saudara biologis dan Puan Maharani sebagai anak biologis kharismanya tidak semoncreng Megawati. Jika sudah demikian, sepertinya mustahil, massa PDIP merasa nyaman di kandang banteng lagi.

Partai Golkar masih bisa bernafas lega, karena perjalanan partainya tidak terlalu mengandalkan figur. Jadi hati-hatilah PD dan PDIP. Apa jadinya jika tanpa SBY dan Mega? Selengkapnya...

Senin, 16 Februari 2009

Iklan PKS, Kecerdikan dibalik Kecekakan Modal

Bukan PKS namanya kalau tidak bikin geger jagad perpolitikan Indonesia. Hampir apa saja yang dikeluarkan partai dakwah ini pasti menyedot perhatian masyarakat, termasuk para pengamat dan elit politik partai-partai lain.

Belum hilang ingatan kita atas kegeraman Panwas terhadap Presiden PKS, Tifatul Sembiring dengan alasan PKS melakukan aksi solidaritas Palestina yang membawa ribuan kader dan simpatisan dengan membawa atribut partai. Bahkan tidak itu saja, keluarnya SP3nya pun mengundang pro kontra.

Kini, PKS pun bikin geger lagi. Apalagi kalau bukan karena materi iklan terbarunya. Semua partai yang ‘disikat’ PKS melalui iklannya meradang. Sebut saja Ruhut Sitompul dari Partai Demokrat yang mengatakan PKS kalap. Firman Subagyo dari Partai Golkar yang akan menggugat, dan politisi dari PDIP pun tak kalah garangnya mengecam iklan berdurasi 30 detik ini.

Untuk masalah iklan, PKS memang jagonya. Walaupun penayangannya tidak sejor-joran partai lain, namun mampu menyedot perhatian. Buktikan saja, dari beberapa materi iklan yang disajikan PKS, praktis, hampir semuanya menarik perhatian. PKS sadar, dengan keuangan yang cekak, maka harus disiasati dengan metode periklanan yang cerdas.

Mulai dari iklan seri kepahlawanan yang membuat ‘panas’ petinggi NU dan Muhammadiyah. Kemudian iklan HM Soeharto yang dijadikan sebagai guru bangsa dan saat ini, iklan PKS satu bendera dengan format menyajikan kumpulan kliping media cetak maupun elektronik yang membuat panas Golkar, Demokrat dan PDIP.

Terlepas dari memanfaatkan situasi, hal ini menunjukan bahwa PKS memang sangat cerdas dalam mengelola isu dan cara penyajiannya sangat berbeda. Menurut Nunu, iklan politik kebanyakan selalu menjelaskan ‘siapa saya’, ‘apa pandangan saya’ yang terkait dengan identitas. “Nah, iklan PKS tampil dengan simpatik, sederhana, murah, dan cukup melempar masalah saja,” kata pengasuh sekolah penulisan iklan secara online ini.

Bahkan, kegeraman elit partai yang ‘diserang’ PKS bakal gigit jari karena tak punya bukti kuat. Pasalnya, hampir semua pengamat komunikasi mengatakan tidak ada yang salah dari iklan PKS tersebut.

Dedi Nur Hidayat, pakar komunikasi politik UI, menilai iklan PKS masih dalam batas wajar saja “Saya kira wajar saja. Toh materi iklannya tidak manipulatif. Semua berdasar pada fakta kliping media,” ujarnya. Menurut dia, iklan yang tidak wajar justru iklan yang menyerang tapi tidak ada fakta.

Hal senada diungkapkan praktisi periklanan Nur Tri Andini. Menurut dia justru PKS dalam iklan terbarunya cukup hati-hati dengan menampilkan fakta di berbagai media dengan tidak ada upaya PKS menghakimi pihak manapun. “Makanya ditunjukkan kliping-kliping media. PKS tidak ngomong apa-apa. Yang paling penting iklan PKS telah memainkan pencitraan dan tentunya cukup murah,” katanya kepada INILAH.COM.

Pengamat Komunikasi Effendi Ghazali pun mengamini pendapat di atas. Ia menilai tidak ada yang salah dari iklan tersebut. Effendi melihat ada tiga point dari peluncuran iklan tersebut. Pertama, PKS ingin memanfaatkan isu-isu tersebut untuk tujuan tertentu dengan gaya sendiri.

Kedua, teknik yang digunakan bisa dianggap out of the box. Di mana baru negara-negara luar yang menggunakan isu tersebut untuk menjatuhkan lawan politiknya. Ketiga, PKS cerdik memanfaatkan isu tersebut.

"Iklan-iklan seperti itu biasa dilakukan di negara-negara lain, jadi sangat lazim dan tidak perlu dipermasalahkan," kata Effendy kepada Okezone.com.

Ditanya apakah ini termasuk kampanye negatif, Effendi berujar, "Ini tidak bisa dikatakan kampanye negatif, karena iklan tersebut menampilkan berita-berita yang sudah menjadi konsumsi publik. Jadi tidak ada yang salah," tuturnya.

"Jadi bagi pihak yang merasa kebakaran jenggot, kalau mau mencak-mencak dipikir dulu. Kalau memang ingin membalas silahkan menggunakan iklan yang lebih kreatif lagi. Apalagi menurut Mahfudz Siddiq, iklan ini berisi tentang pendidikan politik. “PKS ingin memberi pesan ke publik bahwa setiap masalah dapat diselesaikan dengan kepala dingin”, tutupnya. (ibnusy - inilah.com) Selengkapnya...