Selasa, 23 Februari 2010

Bola Panas Pajak PSK

Bola panas tentang rencana penarikan pajak terhadap Pekerja Seks Komersial (PSK) di Pusat Rehabilitasi Non Panti (PRNP) Teluk Pandan yang ditendang oleh legislator asal FPKB, Riki Solihin terus saja menggelinding. Usulan yang dimaksudkan untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini menarik berbagai kalangan untuk menanggapi

Dalam pengamatan penulis, isu di atas menjadi menarik karena beberapa hal, yaitu karena dalam hitung-hitungan Anggota Komisi I DPRD Kota Batam ini, Pemko Batam akan mengeruk hasil pajak dari para penikmat seks dengan nilai yang fantastis, yaitu
Rp. 6,4 M per tahun

Selanjutnya pernyataan ini lebih menarik perhatian karena Riki adalah salah satu kader PKB. Meski tidak menyatakan sebagai partai berideologi Islam, PKB tergolong partai berbasis massa Islam. Apalagi secara de facto, partai yang identik dengan Gusdur ini adalah masih menjadi “kepanjangan tangan” dari ormas Islam Nahdlatul Ulama (NU)

Namun terlepas dari nyleneh tidaknya gagasan Riki Solihin ini, penulis ingin mendudukan ketentuan umum yang berkaitan dengan praktek prostitusi sesuai dengan aturan yang berlaku. Pada Perda No. 6 Tahun 2002 Bab I tentang Ketentuan Umum pada huruf (i) disebutkan jelas bahwa PRNP adalah suatu tempat untuk mengembalikan moralitas dan mentalitas seseorang supaya dapat hidup normatif sehingga mampu melaksanakan fungsi sosialnya sebagai warga negara yang baik

Lebih tegas lagi, Perda tentang ketertiban sosial yang disetujui oleh DPRD Kota Batam ini di “prolognya” mengatakan bahwa dalam perkembangan kemajuan Kota Batam yang demikian pesat telah membawa dampak positif yang signifikan, namun di lain pihak juga menimbulkan dampak negatif, di mana kegiatan yang bertentangan dengan norma - norma agama dan kesusilaan di Kota Batam perlu segera diatasi

Menyimpulkan dari isi Perda di atas, keinginan Riki Solihin untuk memungut pajak 10 persen semangatnya justru berlawanan dengan hukum. Penulis sepakat dengan pendapat Ketua MUI Batam yang menyatakan menarik pajak hasil prostitusi sama saja dengan melegalkan prostitusi (Sijori Mandiri: 17/2). Sehingga jika keukeuh diajukan menjadi Perda, maka akan bermasalah karena beberapa alasan

Pertama, tindakan ilegal. Prostitusi adalah kegiatan ilegal yang bertentangan dengan agama dan juga undang-undang (UU). Tidak ada satu pasal pun dalam UU maupun peraturan daerah yang mengesahkan pelacuran.

Anehnya, Riki Solihin sebagai pencetus ide di atas juga mengetahui jika UU melarang mengambil sesuatu dari praktek tersebut. Dengan jelas Riki mengatakan “Memang di dalam UU kita melarang agar pemerintah tidak mengambil keuntungan dari praktek tersebut” (Sijori Mandiri: 18/2)

Lebih gambalng lagi di Perda No 6 Tahun 2002 yang ditandatangani oleh Nyat Kadir ini menjelaskan, eksistensi PRNP itu tidak untuk dilegalkan, namun justru untuk ditutup dalam kurun waktu tiga tahun apabila sudah diberikan pembinaan yang efektif oleh Pemko Batam. (lihat Bab III tentang Tertib Susila)

Kedua, multi ekses. Masuknya PAD senilai Rp. 6,4 M per tahun tidak sebanding dengan ekses yang bakal ditimbulkan dari pelegalan praktek bisnis esek-esek ini. Sebagaimana jamak diketahui bahwa dampak buruk dari melakukan perbuatan asusila ini menimbulkan multi efek. Tidak saja timbulnya penyakit HIV/AIDS, namun juga dampak buruk lainnya seperti kelainan psikologi, pengucilan sosial dan juga pemantik perbuatan kriminal dan lainnya

Tentu jika dilegalkan Batam tidak memiliki masa depan yang “terjamin” dalam mengelola daerahnya secara kondusif, karena Sumber Daya Manusia (SDM)-nya sudah banyak yang “sakit”. Selain itu pelegalan prostitusi justru menginjak-injak visi Batam sebagai Bandar Dunia Madani, karena konsep yang terinspirasi dari zaman keemasan Islam ini jauh dari unsur-unsur tindakan asusila

Ketiga, ide kurang kreatif. Menurut hemat penulis, munculnya wacana rencana penarikan pajak terhadap PSK justru semakin menguatkan asumsi publik bahwa kualitas para anggota dewan yang terhormat itu (maaf) kurang kreatif, karena sebenarnya masih banyak ide yang “halal” untuk bisa mendongkrak PAD

Peran Agamawan
Secara hukum, pemindahan praktek pelacuran ke PRNP diwajibkan untuk tidak menambah jumlah PSK. Namun kenyataannya jumlahnya kian membesar dari tahun ke tahun. Meningkatnya profesi haram tersebut merupakan “tamparan” bagi para agamawan yang hanya ”berasyik masyuk” dengan ibadah transendentalnya, tanpa peduli dengan kondisi umatnya yang masih diselimuti oleh tindakan amoral.

Muhammad Iqbal, filosof besar menyentil model agamawan seperti di atas dengan senandungnya, “Andai aku adalah Muhammad. Maka, aku tak akan turun lagi ke bumi. Setelah sampai di Shidratul Muntaha “

Padahal semua berharap orang-orang yang sedang singgah di “Shidratul Muntaha” (baca: eksekutif, legislatif, juga para agawamawan dan lainnya) adalah orang-orang yang diharapkan siap untuk berperan aktif atas berbagai persoalan keumatan. Jadi mereka tidak boleh apatis


Tamparan Untuk Pemko
Banyaknya tanggapan negatif terhadap isu pajak PSK ini tentu bukan hanya “kesalahan” pihak legislatif saja. Pemko Batam sebagai eksekutif juga memiliki andil besar kenapa gagasan nyleneh ini muncul. Salah satunya adalah kurang ligatnya Pemko Batam dalam mengelola peluang untuk mempersubur PAD.

Pemko Batam harus menata kembali peluang yang bisa mendulang pundi-pundi PAD secara halal. Pertama dari parkir. Pendapatan dari parkir selama ini dari dua jalur, yaitu pendapatan beberapa persen dari pengelola lahan parkir khusus seperti di Mall dan lainnya, dan juga pendapatan dari kendaraan yang dipungut biayanya karena parkir di tepi jalan.

Dalam pandangan penulis, selama ini pengelolaan parkir di tepi jalan belum dikelola secara optimal. Selama ini Pemko Batam sudah puas dengan cukup men-sub count-kan bisnis ini kepada pihak tertentu. Kompensasinya dengan “tidak berkeringat”, Pemko akan menerima pemasukan

Padahal saat ini rata-rata penduduk Batam memiliki kendaraan bermotor, baik mobil maupun motor. Mobilitasnya pun sangat tinggi. Dalam sehari potensi untuk parkir dari satu tempat ke tempat lainnya pun kerap terjadi. Jika mau “berdarah-darah”, Pemko akan mendapatkan jauh lebih besar.

Selanjutnya mendongkarak PAD dari sektor pariwisata. Untuk menarik wisatawan asing maupun domestik, Pemko Batam menelurkan Program Visit Batam 2010. Program ini tentu sangat berperan besar dalam memperbanyak pundi-pundi PAD.

Namun kenyataannya program Visit Batam 2010 cuma sebagai ajang “gagah-gagahan” saja, buktinya dalam Nota Keuangan APBD Kota Batam Tahun Anggaran 2010 justru rencana pendapatan disektor pariwisata mengalami “terjun bebas” dengan berkurangnya sampai lebih dari Rp.100 M dibanding APBD tahun 2009.

Seharusnya, dengan meningkatnya kunjungan pariwisata otomatis akan mendongkrak tingkat hunian hotel, baik berbintang maupun non berbintang, namun kenyataannya PAD dari sektor tersebut justru mengalami penurunan. Padahal untuk mensosialisasikan program tersebut telah menyedot keuangan yang besar

Hal ini menjadi aneh karena Pemko sebagai pemilik program justru pesimis dengan idenya sendiri dapat mendulang untung besar, sehingga wajar apabila banyak kalangan mensangsikan program yang strategis mengeruk PAD ini. Dan sebenarnya masih banyak sektor lainnya yang belum digarap maksimal, seperti pajak reklame dan lainnya. Wallahua’lam.

*. Artikel ini ditulis sejak 18 Feb 10, dan sudah dikirim ke salah satu media (tapi blm dimuat)

Selengkapnya...

Kamis, 18 Februari 2010

Menanti Gubernur Rakyat Sejati

Tahapan Pemilihan Gubernur Kepri 2010 terus berjalan. Meski masih terkesan wait and see, namun yang jelas dalam satu bulan ke belakang, media lokal di Kepri, tak terkecuali Sijori Mandiri terus mengulas pemberitaan terkait hajatan lima tahunan untuk memilih pemimpin tertinggi di provinsi termuda ini. Bahkan intensitas pemberitaannya kian meninggi dari hari ke hari.

Saat ini sudah terdapat empat kandidat yang sudah mendeklarasikan sebagai calon orang nomor satu di Kepri. Mereka adalah Aida Ismeth, Nyat Kadir, Muhammad Sani dan Huzrin Hood. Selain empat nama di atas, masih ada calon yang santer diwartakan, yaitu Ismeth Abdullah. Sosok incumbent yang keberadaannya sangat diperhitungkan oleh rival-rivalnya yang lain

Isu lainnya yaitu keinginan dari kader-kader parpol agar kader terbaiknya masuk dalam salah satu bagian calon pemilik kursi eksekutif. Awal mula suara kader parpol menjadi bagian calon eksekutif datang dari PDIP. Kemudian disusul PAN dan kemudian Partai Demokrat. Tak ketinggalan juga kader PKS yang tidak ingin partainya menjadi perahu politik saja oleh kandidat yang sedang berlaga

Ibarat sebuah perang besar, semua kandidat dan parpol saat ini sedang mengatur strategi dan menggalang kekuatan untuk meraih predikat the champion. Dalam ranah politik hal itu adalah suatu “kewajaran”. Itu semua adalah bagian dari mempersiapkan target yang sudah dicita-citakan. Karena kemenangan adalah sebuah hasil perjuangan yang biasa dinanti-nantikan oleh siapapun.

Pandangan Mata Cacing
Masalah kemiskinan memang masih menjadi problem prioritas. Namun anehnya pemerintah, baik pusat sampai daerah dalam menyoroti realitas kemiskinan masih sebatas dengan angka statistik yang datanya tidak membumi. Kekuasaan terlalu sering meributkan angka kemiskinan turun atau naik pada setiap tahun, namun tidak memberikan solusi yang tepat

Penulis anjurkan kepada siapapun yang terpilih menjadi gubernur Kepri nanti, agar dapat mengambil semangat dari apa yang diejawantahkan oleh Muhammad Yunus. Pria Bangladesh ini adalah penerima Nobel Perdamaian pada tahun 2006. Dengan bendera Grameen Bank ia menunjukan gebrakan yang maha berani dalam memberikan kepercayaan luar biasa kepada kaum miskin dengan memberikan kredit mikro.

Selain itu Muhammad Yunus senantiasa mengobarkan semangat untuk mensejahterakan dan memberdayakan masyarakat miskin dengan membela hak-hak mereka, melawan kelambanan birokrasi dan kesewenang-wenangan para borjuis dan kekakuan agamawan.

Kenapa ia begitu berani mengambil kebijakan langka tersebut? Karena ia memahami moto hidupnya “Saat anda menggenggam dunia di tangan anda dan mengamatinya dari atas laksana burung, anda cenderung menjadi arogan. Anda tidak menyadari bahwa segala sesuatunya menjadi buram jika dipandang dari jarak yang jauh. Sebaliknya, jika saya memilih “pemandangan mata cacing”, saya harap bila saya mempelajari kemiskinan dari jarak dekat, saya akan memahaminya dengan lebih tajam

Selama ini gubernur kita masih mengadopsi filosofi burung, mengamati persoalan rakyatnya “cukup” dari atas. Turun ke masyarakat pun sekedar ceremony, bukan mengendus permasalahan yang dialami oleh masyarakatnya. Paling hanya sebagai Sinterklas yang membagi-bagikan pundi-pundi APBD untuk membantu masyarakat melalui rumah ibadah, bedah rumah dan beberapa agenda yang terinspirasi dari acara reality show di televisi

Padahal siapapun yang terpilih, apakah dari kalangan parpol atau birokrat manakala mampu mengaplikasikan pandangan mata cacing, maka dapat merubah kondisi ke arah yang lebih baik. Jika seorang Muhammad Yunus (bersama Grameen Bank) saja mampu membalikan keadaan, maka Gubernur Kepri terpilih tentu kesempatannya jauh lebih memadai untuk menciptakan kesejahteraan warganya, karena gubernur memiliki otoritas dan perangkat-perangkat lain yang sangat menunjang

Visi Bukan Lipstik

Pemberantasan Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) adalah salah satu agenda reformasi yang terjadi sudah dari satu dekade. Pasca reformasi, isu anti korupsi menjadi jualan yang sangat menarik bagi setiap kandidat yang akan berlaga memperebutkan jabatan politik (eksekutif dan legislatif)

Ketika masa kampanye para calon akan memaparkan visi dan misinya. Tentu visi dan misi anti korupsi pun menjadi agenda utama yang tidak terlupakan. Namun ketika menjabat komitmen yang sudah terlanjur dicatat Malaikat dan rakyat terlalu cepat dilupakan. Sehingga munculah para mantan petinggi satu demi satu masuk bui lantaran khianat dengan rakyatnya

Provinsi Kepri sekarang pun sudah tertampar dengan prilaku korupsi yang dilakukan oleh pemimpinnya sendiri. Hamid Rizal dan Daeng Rusnandi adalah dua petinggi yang sudah dinyatakan bersalah oleh pengadilan karena kasus menggondol uang yang bukan haknya.

Kemudian Ismeth Abdullah juga tersandung kasus korupsi dalam pengadaan mobil kebakaran (damkar) ketika menjabat sebagai Ketua Otorita Batam. Saat ini Gubernur pertama Kepri ini sudah dijadikan tersangka oleh KPK. Dan rakyat Kepri sedang dag-dig-dug menunggu keputusan selanjutnya. Apakah bakal mendekam di penjara atau terlepas dari dakwaan

Untuk itu sudah seharusnya para calon gubernur Kepri visi dan misinya harus realistis dan tidak menghembuskan angin surga. Visi misinya jangan dijadikan sebagai lipstik semata untuk menggoda masyarakat agar memilihnya.

Rakyat Kepri tidak terlalu membutuhkan program kerja yang njlimet dan disusun dengan gaya bahasa yang terkesan intelek, namun yang terpenting adalah sang pemimpin mampu menterjemahkan programnya sesuai dengan harapan masyarakat

Muhammad Yunus membahasakan “Apa hebatnya teori-teori rumit itu manakala orang-orang tengah sekarat kelaparan di trotoar dan emperan seberang ruang kuliah tempat saya mengajar? Kuliah-kuliah saya menjadi seperti film-film Amerika di mana orang baik selalu menang. Tetapi begitu saya keluar dari kenyamanan ruang kelas, saya dihadapkan pada realitas yang berlangsung di jalanan kota. Di sini orang-orang baik dihajar dan terhempas tanpa ampun. Kehidupan sehari-hari semakin memburuk dan yang miskin jadi bertambah miskin” (Muhammad Yunus: Bank Kaum Miskin: 2: 2007)

Parpol Tak Boleh Diam
Untuk bisa mengawal menuju kondisi yang ideal tentu tidak cukup dipikul oleh pihak eksekutif (baca: Gubernur dan Wakilnya) saja. Para anggota legislatif pun memilki tanggung jawab yang besar dalam mengawal proses recovery provinsi ini

Terlepas adanya unsur kepentingan politik, para anggota legislatif DPRD Kepri harus mulai belajar memainkan politik seperti yang ada di DPR RI. Di mana dinamisasi politik benar-benar terjadi. Contohnya dalam kasus Bank Century sebagaian besar fraksi justru berseberangan dengan partai pemerintah. Tak terkecuali partai yang masuk dalam koalisi bersama SBY-Boediono

Untuk itu partai politik sebagai rumah pengkaderan harus mampu melahirkan kader-kader yang brialian dan pro rakyat serta komit dengan garis perjuangannya, sehingga fungsi kontrol anggota dewan dan fungsi penganggaran kegiatan pemerintahan tidak melulu berbau transaksi politik, namun dikembalikan bagi kepentingan yang lebih luas, yaitu untuk kepentingan rakyat banyak

Partai koalisi di pusat yang memilki menteri di kabinet saja berani, maka seharusnya partai koalisi di Kepri yang sering diibaratkan pendorong mobil mogok harus lebih “berani” mendobrak dalam membongkar berbagai penyimpangan yang terjadi agar provinsi Kepri semakin baik. Dan bagi partai non koalisi tentu harus tampil lebih “ganas”

Tentu eksekutif dan legislatif saja belum cukup untuk mengawal perbaikan. Satu lagi peranan yudikatif sebagai unsur trias politica juga dituntut untuk bekerja profesional. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah fungsi media dan masyarakat dalam mengawal provinsi ini lebih sejahtera. Jika elemen di atas mampu bersinergi, maka rakyat Kepri memiliki Gubernur rakyat sejati bukan impian. Wallahua’lam.

*. Diterbitkan di Harian Sijori Mandiri, Rabu 17 Februari 2010
http://sijorimandiri.net/fz/index.php?option=com_content&task=view&id=15773&Itemid=49

Selengkapnya...

Kamis, 04 Februari 2010

Huzrin Hood dalam Analisa SWOT


Saat opini ini ditulis, kandidat yang sudah mendeklarasikan diri secara resmi untuk berlaga di Pilgub Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) “baru” empat orang. Mereka adalah Aida Ismeth, Nyat Kadir, M. Sani dan Huzrin Hood

Khusus untuk Huzrin Hood, namanya di belantika perpolitikan Kepri santer dibicarakan bukan hanya kali pertama ini saja. Saat provinsi ini menggelar hajatan pilgub 2005 lalu pun nama Pembina Gerak Keris (Gerakan Rakyat Kepulauan Riau Sukses) ini sudah mencuat di permukaan

Keberadaan Huzrin tentu tidak bisa dipandang remeh oleh rivalnya yang lain. Sebelum gong tanda pertarungan antar pasangan cagub dan cawagub ditabuh, setiap kandidat pasti berkeyakinan merakalah yang akan mendapat suara rakyat terbanyak. Dan mantan Bupati Kepulauan Riau (Bintan) ini memiliki beberapa kekuatan (strengths) dan juga sekaligus peluang (opportunities) yang melekat

Modal positif pertama yang dimiliki Huzrin adalah modal sejarah. Adalah sesuatu yang tidak bisa dipungkiri bahwa Huzrin adalah satu-satunya kandidat yang memiliki modal sejarah terkuat dalam proses terbentuknya provinsi Kepri. Lewat tangan dinginnya, Riau sebagai “ibu kandung” Kepri harus rela melepaskan “anak kesayangannya” untuk hidup mandiri

Keberadaan Huzrin sebagai tokoh sentral pembentukan Provinsi Kepri pun diketahui publik Kepri sebagai orang yang “berdarah-darah” dalam memperjuangkan terwujudnya Provinsi Kepri. Bahkan dia harus rela membayar mahal dengan masuk jeruji besi dan juga membayar ganti sampai milyaran rupiah jumlahnya

Kemudian modal lainnya adalah,“klan” yang berpengaruh. Dalam pengetahuan penulis, setidaknya “klan” Dahlan Hood di Kepri memiliki tiga orang yang cukup berpengaruh. Selain Huzrin Hood sendiri, juga ada Hardi Hood dan juga Huznizar Hood. Tiga kekuatan itu bisa menjadi “trisula” Kepri yang cukup ampuh untuk menancapkan pengaruhnya merebut suara pasar

Apalagi faktor ketokohan dalam perpolitikan Indonesia masih sangat mujarab dalam mensukseskan seorang calon yang digadang-gadang. Huznizar dikenal sebagai seniman sekaligus politisi. Saat ini tercatat sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Tanjungpinang
Sedang Hardi Hood pada pemilu 2009 lalu berhasil menduduki kursi Dewan Perwakilan Daerah mewakili Kepri

Prestasi ini tentu dapat dijadikan modal yang signifikan bagi Huzrin untuk melancarkarkan strateginya. Apalagi eksistensi Hardi Hood saat mengikuti kompetisi senator, lumbung suaranya didapat dari basis suara kantong-kantong anggota DPD periode 2004-2009, termasuk salah satunya adalah suara Aida. Pendek kata Hardi Hood mampu “mencuri” suara kandidat yang saat ini menjadi pesaing abangnya di pentas pilgub

Selanjutnya adalah mesin yang sudah panas. Jauh sebelum Pilgub Kepri gegap gempita dengan bermunculan para tokoh yang mendeklarasikan diri, Huzrin Hood melalui Gerak Keris sudah menggempur wilayah Kepri. Meski termasuk orang yang terakhir dalam melakukan deklarasi, namun tim suksesnya jauh-jauh hari sudah bekerja over time. Namun terkait dengan ampuh atau tidaknya mesin Gerak Keris, penulis belum pernah melakukan survey

Masih Banyak Hambatan
Namun “investasi” yang dimiliki Huzrin tidak serta merta akan membuat jalannya menuju kursi Kepri satu mulus. Dalam pengamatan penulis, Huzrin juga masih memiliki berbagai kelemahan (weaknesses). Tentu kelemahan yang dimilikinya bisa mengancam impiannya merebut singgasana yang dicita-citakan

Pertama, stigma koruptor. Saat wacana reformasi diusung dengan ditandai tumbangnya rezim Soeharto lebih dari sepuluh tahun lalu, setidaknya terdapat enam agenda yang harus dihilangkan dari bumi Indonesia. Salah satu agendanya adalah pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)

Mantan narapidana mendapat tempat buruk di mata masyarakat. Apalagi jika masuk hotel prodeo lantaran terkena kasus korupsi. Dan kenyataannya Huzrin sebagaimana dalam orasinya adalah seorang mantan napi yang dipersalahkan melakukan tindakan korupsi sebesar Rp. 3.456.789.000 dan dihukum dua tahun penjara serta mengembalikan uang negara dengan angka yang sama

Huzrin pun mengakui dalam posisi yang penuh tanya. Dalam pidato deklarasinya Huzrin mengatakan, “Saya sangat menyadari pula saat ini banyak mata sedang tertumpu memandang diri saya, mereka semua bertanya : layakkah saya seorang napi dicalonkan oleh partai untuk menjadi calon gubernur? Layakkah saya seorang napi dicalonkan sebagai calon gubernur dipandang secara administratif oleh Mahkamah Konstitusi? Layakkah saya seorang napi dicalonkan sebagai calon gubernur dipandang secara administratif oleh KPU? Atau layakkah saya seorang napi dicalonkan sebagai calon gubernur dipandang oleh saudara?

Kedua, isu lokal. Dalam wawancaranya dengan salah satu televisi lokal, Huzrin mengatakan bahwa ia berkeinginan untuk mendapatkan pendamping dari unsur TNI/Polri karena dirinya merasa lemah dalam hal administrasi. Selain itu, ia juga berharap mendapatkan pasangan dari birokrat yang berasal dari anak tempatan

Bagi penulis, isu primordial memang bisa dipoles menjadi jualan yang menarik. Namun untuk Pilgub Kepri 2010 sepertinya isu anak tempatan dan non tempatan justru terlihat eksklusif. Apalagi mengingat jumlah populasi terbesar di Kepri adalah Batam (50-60 persen) dan penduduknya dari berbagai macam suku (heterogen).

Apalagi tiga kandidat lainnya juga berasal dari Kepri. Tentu mereka juga akan all out untuk mempertahankan dominasi pengaruhnya. Ditambah lagi, Aida meski bukan asli berdarah Kepri, namun aksesnya sudah cukup besar untuk mendulang dari suara orang-orang tempatan

Ketiga, salah slogan. Penulis sampai saat ini belum mengetahui apa maksud di balik slogan Huzrin Hood. Berkali-kali Huzrin “bangga” jika dia adalah “alumni” Lembaga Pemasyarakatan. Bahkan judul pidato deklarasinya pun berbunyi “Seorang Mantan Napi Menuju Kursi Gubernur Kepri”

Dan lagi, di akhir penutupannya ia pun berpantun: Ke Sukamiskin sudah ke Cipinang sudah. Meringkuk dingin berbatas terali. Berjuang sudah, dipenjara sudah. Izinkan saya menjadi gubernur Kepri

Menurut penulis, sel, penjara, jeruji besi dan hotel prodeo adalah imej yang buruk. Parahnya ia dipenjara karena terbukti bersalah karena kasus korupsi. Namun terlepas dari kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh Huzrin, kembali kepada rakyatlah sebagai pemilik suara. Ke manakah mereka akan melabuhkan pilihannya agar provinsi ini memiliki gubernur yang lebih baik? Wallahua’lam

*. Diterbitkan di Harian Sijori Mandiri, Kamis, 4 Februari 2010
http://sijorimandiri.net/fz/index.php?option=com_content&task=view&id=15533&Itemid=49

Selengkapnya...