Rabu, 03 Maret 2010

Milik Siapa Kursi BP 1?

Ditahannya Gubernur incumbent, Ismeth Abdullah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merubah peta politik yang sudah ada. Apalagi menurut salah satu kuasa hukumnya, Edward Arfa, Ismeth memastikan diri tidak ikut berlaga pada pemilu kada Kepri 2010 dengan alasan akan berkonsentrasi menghadapi kasus hukumnya

Meski belum deklarasi, sebenarnya peluang Ismeth untuk kembali menduduki kursi BP 1 masih sangat terbuka lebar. Hampir setiap partai menggadang-gadang mantan Ketua Otorita Batam ini sebagai kandidat unggulan.

Dengan ditahannya Ismeth, maka hampir dipastikan Aida Zulaikha Nasution (Aida Ismeth) bakal beradu keberuntungan mengamankan kursi suaminya. Apalagi Aida pernah berjanji akan ikut berlaga manakala suaminya dijegal. Dan sepertinya, Partai Golkar akan menetapkan senator asal Kepri ini sebagai calon “ratu” pertama di Kepri. Seandainya tidak mendukung pun, maka Aida tetap bisa berlaga dengan dukungan beberapa partai gurem

Realita Pemilu Kada Kepri 2010
Saat ini kandidat yang sudah mendeklarasikan diri untuk beradu di ajang pemilu kada Kepri ada empat calon. Mereka adalah Aida Ismeth, Nyat Kadir, Muhammad Sani dan Huzrin Hood. Mungkin akan bermunculan nama-nama baru. Praktis satu kandidat pertama (Aida Ismeth) adalah satu-satunya kandidat non melayu dan berjenis kelamin perempuan dan tiga kandidat selanjutnya berturut-turut bersuku Melayu dan berjenis kelamin laki-laki

Isu kedaerahan (primordial) kadang bisa membantu seseorang calon dalam mengumpulkan pundi-pundi suara yang signifikan. Dalam pengamatan penulis beberapa pilkada yang digelar tidak luput menyertakan isu primordial. Contohnya saat pilgub Sumut dan Lampung, di mana nuansa kedaerahannya sangat kental

Dan meski Kepri berada di wilayah Sumatera, namun kenyataannya suku yang mendominasi di provinsi ini hampir berbagi rata. Suku Jawa, Melayu, Minang, Batak dan Flores merupakan suku yang tergolong besar di Kepri. Sisanya suku-suku lain yang ada di berbagai penjuru nusantara. Berbeda kondisinya dengan di Lampung atau Sumut

Sehingga isu kedaerahan di provinsi termuda ini kurang memberi efek positif, bahkan cenderung blunder. Pasalnya, sebagai miniatur Indonesia penduduk Kepri tentunya beragam (heterogen). Di samping itu, berdasar hasil survey Centre for Strategic and Policy Studies (CSPS) tahun lalu, masyarakat Kepri menjatuhkan pilihannya tidak melulu berdasarkan suku, namun berlandaskan kompetensi

Untuk itu bagi kandidat yang masih konsisten “berjualan” isu primordial an sich akan menjadi peserta pertama yang harus angkat koper lebih awal dengan perolehan suara terendah, pasalnya jumlah penduduk terbesar di Kepri adalah Batam di mana populasinya mencapai 60 persen dari seluruh warga Kepri. Untuk itu seluruh kandidat dituntut untuk grubyuk dengan semua suku (dan agama)

Realita Perempuan dan Sejarah Pemilu Kada
Di sisi lain, memanfaatkan semangat gerakan emansipasi wanita untuk menuntut kesetaraan hak juga tidak semudah membalikan telapak tangan. Meski populasi perempuan sangat strategis, namun pada kenyataannya sedikit sekali perempuan yang menduduki kursi empuk eksekutif. Pada awalnya, adanya Pemilu Kada bagi aktivis perempuan dijadikan sebagai media untuk mendongkrak keterwakilan perempuan pada jabatan “mentereng”, seperti walikota maupun gubernur. Namun kenyataannya jauh panggang dari api

Kenapa ini bisa terjadi? Menurut hasil diskusi bulanan Lingkaran Survey Indonesia (LSI) hal ini dikarenakan “politik masih diasosiasikan sebagai dunianya laki-laki. Perempuan hanya “cukup” sebagai pendamping laki-laki. Meminjam istilah Agustar di Sijori Mandiri adalah “menempatkan kaum perempuan di ranah domestik (rumah tangga) dan laki-laki di ruang publik”

Dan sampai saat ini, tipologi masyarakat perempuan sendiri tetap lebih “nyaman” dipimpin oleh laki-laki daripada perempuan. Buktinya dari beberapa kali diadakan pilkada, pasangan yang menjagokan perempuan sebagai orang nomor satu sangat sedikit yang mampu menjadi pemenang

Dalam pengetahuan penulis, kandidat perempuan yang dapat memenangkan pertarungan pimpinan tertinggi di kota/kabupaten/provinsi bisa dihitung dengan jari, diantaranya adalah di Kabupaten Kebumen yang memenangkan Rustriningsih (saat ini sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah), Ratna Ani Lestari, Bupati Banyuwangi dan Suryatati A Manan sebagai Walikota Tanjungpinang

Untuk tingkat provinsi, praktis hanya Provinsi Banten menjadi satu-satunya provinsi yang dipimpin oleh perempuan, yaitu Ratu Atut Chosyiyah. Namun kemenangan Ratu Atut itu pun “tidak murni”, karena sebelumnya menjabat sebagai Pejabat Sementara (Pjs) Gubernur Banten karena terjadi pemekaran

Partai Menentukan
menurut penulis, Pemilu Kada Kepri 2010 akan berjalan seru. Dari empat kandidat yang siap menjadi pemimpin tertinggi ini semuanya memiliki peluang dan tantangan yang hampir sama. Misalnya Aida Ismeth teruji sebagai Anggota DPD dua kali berturut-turut dengan perolehan suara tertinggi, namun di sisi lain, keberadaan suaminya yang saat ini ditahan karena tersangkut tuduhan kasus pengadaan damkar akan menjadi cap buruk untuk didemarketing

Begitu juga dengan Nyat Kadir, kemampuannya dalam menaklukan suara Kabupaten Karimun pada pilgub 2005 adalah bukti jaringannya kuat. Namun di sisi lain, predikat sebagai kandidat yang pernah kalah secara psikologi pemilih juga sangat menghambat.

Selanjutnya Huzrin Hood, modal positifnya adalah modal sejarah dalam proses terbentuknya provinsi Kepri. Lewat tangan dinginnya, Riau sebagai “ibu kandung” Kepri harus rela melepaskan “anak kesayangannya” untuk hidup mandiri. Namun isu koruptor dan menjadi narapidana juga sangat mengganggu ambisinya untuk melenggang menuju kursi gubernur

Terakhir Muhammad Sani, meski kenyang makan asam garam dunia birokrasi, namun kekalahaannya di “kandang sendiri” pada saat pilgub 2005 bersama Ismeth di Karimun menjadi catatan negatif jika beliau kepemimpinannya tidak membumi

Dengan kondisi di atas, menurut penulis faktor parpol menjadi sangat menentukan “masa depan” jadi atau tidaknya salah satu pasangan untuk menduduki kursi BP 1. Ketepatan para kandidat dalam menggandeng partai sangat berpengaruh dalam mewujudkan ambisinya. Apalagi, Muhammad Sani dan Aida Ismeth bakal berebut di nampan yang sama, yaitu Partai Golkar dan para PNS.

Maksud partai di sini versi penulis bukanlah (sekedar) yang diatur dalam Peraturan KPU nomor 68 tahun 2009, yaitu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang diusung oleh partai politik atau gabungan parpol dengan syarat memiliki minimal 15 persen kursi DPRD Provinsi atau parpol yang memiliki 15 persen suara pada Pemilu DPRD Provinsi tahun 2009.

Maksud penulis adalah partai yang memiliki akar di kalangan kader dan masyarakat (party in the grass root). Setidaknya secara berurutan, PKS, PDIP dan Partai Golkar adalah partai yang sampai kini cukup dikenal memiki mesin yang gampang dipanaskan. Teranyar, M Sani sudah berpasangan dengan Soerya Respationo dari PDIP. Lantas siapa yang bakal ditetapkan Partai Golkar dan PKS?

Tentu masih ada pertimbangan lain, yaitu seberapa kuat para kandidat memiliki daya magnetik dalam menarik masyarakat, karena pemilu kada tidak sekedar berbicara kendaraan (partai) namun juga kredibiltas calon itu sendiri di pandang oleh masyarakat. Wallahua’lam.

*. Diterbitkan di Harian Sijori Mandiri, Rabu, 3-3-2010
http://sijorimandiri.net/fz/index.php?option=com_content&task=view&id=15987&Itemid=49

Selengkapnya...