Senin, 20 September 2010

Menimbang Peluang Incumbent

(Mengupas Dahlan VS Ria dengan 6 M)

Saat opini ini ditulis, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Batam sedang membuka tahapan pendaftaran calon Walikota dan Wakil Walikota. Beberapa hari lalu sudah ada beberapa parpol dan gabungan parpol serta independen mengambil formulir pendaftaran.

Peta politik pemilukada sudah mulai “kelihatan”. Beberapa parpol besar dan menengah sudah mengirimkan paket jagoannya ke Dewan Pimpinan Pusat (DPP) masing-masing. Dalam hitungan hari, publik akan mengetahui siapakah pasangan resmi yang mendapat restu dari sang atasan mereka.

PDIP sudah mengusulkan dua pasangan, yaitu Ria Saptarika – Nuryanto dan Nada F Soraya – Jamsir. PAN dalam rapat pleno sepakat mengirim empat cawako dan empat cawawako. Mereka adalah Asnah, Erva Ertos, Istono dan Asman Abnur. Sedang Yudi Kurnain, Hardi S Hood, Chablullah Wibisono dan Irwansyah sebagai Cawawako

Meski belum memenuhi 15 persen kursi parlemen, pasangan Amir Hakim – Syamsul Bahrum sudah sepakat menjalin hubungan serius. Besar kemungkinan mereka akan menyertakan Koalisi Amanat Rakyat. Dan jauh sebelum itu, Partai Demokrat (PD) sudah mendaulat incumbent Ahmad Dahlan untuk berlaga kembali di ajang pemilukada yang akan dilaksanakan pada Rabu, 5 Januari 2011 meski belum jelas akan berpasangan dengan siapa.

Dahlan Atau Ria?
Bukan maksud mengecilkan peluang pasangan lain, penulis sangat tertarik menyoroti “pertempuran” baru antar incumbent. Ahmad Dahlan sebagai Walikota saat ini yang akan head to head dengan Ria Saptarika yang sekarang juga masih menjadi partnernya di Pemko Batam

Bagi penulis, antara Dahlan dan Ria memiliki kekuatan yang merata. Jika keduanya resmi berhadapan maka akan menjadi perhelatan pemilukada yang menarik. Siapakah yang bisa melenggang ke Engku Putri tinggal bagaimana mereka menetapkan wakilnya. Apakah bisa menambah pundi-pundi suara atau justru sebaliknya?

Peneliti senior LSI, Burhanuddin Muhtadi mengatakan kunci sukses seorang terpilih sebagai pemimpin terdiri dari enam hal. Enam faktor tersebut terangkum dalam 6 M, yaitu men (ketokohan), money (modal biaya), machine (mesin politik), Media (strategi branding), market (penerimaan pasar) dan terakhir adalah momentum (takdir)

Lantas bagaimana enam hal di atas dijadikan alat untuk menakar peluang dua pejabat yang sedang menjabat tersebut pada ajang pesta demokrasi tertinggi tingkat kota nanti?

Pertama, Men. Secara ketokohan, posisi Ahmad Dahlan yang menjabat sebagai Walikota pasti popularitasnya lebih tinggi dari Ria Saptarika. Bahkan dalam beberapa survey yang di-claim oleh PD Kota Batam, Ahmad Dahlan menjadi calon yang teratas yang dikehendaki oleh mayoritas masyarakat Batam

Namun yang harus diketahui, menurut pemaparan Koordinator LSI Wilayah Riau – Sumbar – Jambi dan Kepri, Edi Indrizal, hasil survey LSI pada lebih dari 100 pemilukada, kandidat yang tingkat elektabilitasnya pada enam bulan sebelum hari H pemilukada kurang dari 40 persen (<40%), mayoritasnya justru berat untuk menang

Meski penulis belum melihat secara pasti angka kemenangan Ahmad Dahlan, namun dapat dipastikan keunggulan Walikota atas “rival-rivalnya” tidak mencapai 40 persen

Kedua, Money. Tidak dipungkiri biaya politik di negeri ini memang sangat mahal. Hal ini “wajar”, mengingat strategi pemenangannya pun menggunakan biaya. Dari pembuatan baliho, spanduk dan stiker. Belum lagi iklan di media cetak dan elektronika maupun kegiatan tatap muka dan pemanasan mesin politik yang semuanya menggunakan uang yang tidak sedikit

Terkait dengan pembiayaan untuk pemenangan Ahmad Dahlan maupun Ria Saptarika penulis haqqul yaqin mereka sudah menyediakannya. Besarannya berapa tergantung kesepakatan partai koalisi

Ketiga, Machine. Mesin politik sangat berperan untuk mengantarkan Ahmad Dahlan atau Ria Saptarika menuju Engku Putri. Menurut penulis secara nasional, partai yang memiliki mesin yang handal adalah PKS, PDIP dan Partai Golkar. Jadi seandainya Ria jadi berdampingan dengan PDIP maka modal mesin politiknya sangat kuat

Di kubu Dahlan justru sebaliknya. Di saat PKS dan PDIP semakin mesra, mesin di tubuh partai pemenang pemilu tersebut justru terjadi keretakan. Pemantik keretakan ini datang dari proses penjaringan cawako dan cawawako yang tidak sesuai mekanisme. Selain itu keinginan kader PD untuk menduaetkan kader internal juga menjadi permasalahan serius

Ketua PAC PD Batam Kota mengatakan: “Kader PD Kota Batam menjamin mesin politik partai tidak akan berjalan maksimal pada Pilkada mendatang apabila calon wakil walikota bukan dari internal PD” (Sijori Mandiri: 18/9)

Keempat, Media. Sejak adanya pemilihan langsung kalimat branding (pencitraan) sangat populer dalam dunia politik di Indonesia. Pencitraan di media digunakan oleh semua kandidat untuk mengenalkan diri ke publik guna meraup simpati dan dukungan

Ahmad Dahlan sebagai Walikota sangat diuntungkan dalam kemunculannya di media cetak maupun eletronika di Batam. Apalagi setelah tiga tahun Dahlan-Ria bergandengan, publikasi media untuk Ria Saptarika terasa dibonsai. Namun di sisi lain, Ahmad Dahlan kerap “dihajar” media karena berbagai kasus hukum yang diindikasikan melilitnya

Kelima, Market. Hasil survey LSI pada Juli 2010 di Batam menunjukan masyarakat mengidamkan pemimpin memiliki sifat perhatian dan bersih dari korupsi menempati urutan tertinggi. Pemimpin yang perhatian mendapatkan angka 52,3 persen sedangkan pemimpin yang jujur dan bersih dari korupsi memperoleh nilai 40,3 persen. Sisanya dibagi karena faktor kecerdasan, kewibawaan dan juga ketegasan

Mengenai kebersihan, ada yang menarik dari salah satu alasan kader PD saat melakukan aksi demonstrasi di sekretariatnya sendiri, yaitu kekahawatiran jika Ahmad Dahlan tersangkut kasus hukum, jika terpilih maka yang akan menggantikan mengisi posisinya adalah kader partai lain

“Ada kekawatiran jika Dahlan tersangkut kasus hukum, jika terpilih, maka yang naik mengisi posisinya Dahlan adalah Rudi. Akibatnya, nama Demokrat tenggelam, sementara nama PKB melambung. Berbeda jika wakilnya tetap internal Demokrat, nama Demokrat tetap aman” (Batam Pos: 17/9).

Jika mengaca pada hasil survey LSI di atas, penulis rasa PD sedang berhadapan dengan arus keinginan masyarakat yang mengharapkan memiliki Walikota yang bersih. Diperparah, PD sendiri tidak percaya diri jika jagoan yang dimilikinya itu pun bersih

Terakhir, Momentum. Takdir adalah wilayah Allah. Namun biasanya Allah akan memberikan kepada seseorang sesuai dengan kadar usahanya. Maka jika para kandidat memiliki 6 M di atas maka hampir bisa dipastikan yang akan menjadi pemenang dalam pemilukada nanti

Penutup

Selain sebagai instrumen sekaligus prosedur demokrasi dalam memilih pemimpin, pemilukada juga sejatinya harus dijadikan sebagai momen untuk merahabilitasi kondisi masyarakat ke arah yang lebih baik

Apalagi biaya politik pemilukada sangat mahal. Cost-nya pun tidak saja dikeluarkan oleh setiap kandidat, namun juga oleh pemerintah, untuk itu sudah semestinya mampu membawa kebaikan bagi masyarakat. Wallahua’lam


Selengkapnya...