Sabtu, 26 September 2009

Menjaga Semangat Ramadhan, Berat Juga Kan?

Mengagumkan! Saat Ramadhan kemarin, ketika panas terik matahari membakar kulit, pernahkah kita meneguk barang setetes-dua tetes air es secara diam-diam untuk menghilangkan kehausan yang luar biasa?

Atau ketika saat usus sudah mulai melilit dan perut pun keroncongan, maukah kita mencoba untuk berlari menuju jalan raya, masuk ke kedai yang banyak di temukan di pinggir jalan? Atau mungkin menuju ke dapur menyantap masakan sisa sewaktu sahur? Jawabnya sekedar terlintas pun sepertinya tidak.

Ya, meski kehausan. Meski sudah terserang lapar. Bahkan meski tak ada yang tahu seandainya kita meminum atau menelannya. ‘Doktrin’ macam apakah yang membuat kita (yang berpuasa) merasa tak pernah lepas dari pengawasan Rabbnya?

Luar biasa! Ketika Ramadhan yang belum lama berlalu, dalam keadaan super lelah, kita masih “memaksakan” diri untuk sholat tepat waktu. Tak lupa berdzikir dan bertilawah Al Qur’an. Mampu bangun sahur dan diteruskan dengan sholat subuh berjamaah di Masjid. Di malam-malam akhirnya pun terjaga untuk menjaring saktinya lailatul qodar.

Sesakit dan seperih apapun fitnah, guncingan dan celaan orang, kita tetap bersabar demi tetap menjaga konsistensi dalam merajut benang-benang ketaatan kepada Allah. Kita pun mampu memaafkan sebelum datangnya sodoran tangan dari sang pencela demi meraih derajat mulia berupa ketakwaan

Namun setalah belum berlalu begitu lama, apa kabarnya sholat lima waktu kita. Apa kabarnya dzikir dan tilawah Al Qur’an kita. Masihkah kita mampu menjaga subuhan di masjid? Dan masihkah menjadi insan-insan pemaaf?

Memang benar kata orang, merawat itu lebih susah daripada membangun. Membangun rumah itu susah dan butuh biaya. Namun lebih rumit lagi merawatnya agar tetap bersih, rapi dan semakin baik. Begitu pula dengan menjaga ketaatan yang penuh dengan godaan

Sholat lima waktu itu susah. Menjaga untuk tetap membaca kalam Allah itu butuh pengorbanan. Bangun malam dan memaafkan orang itu berat. Namun buktinya kita bisa melakukannya ketika Ramadhan. Namun mampukah kita masih merawatnya sampai kini? Semoga. Mari kita saling berdoa dan mengingatkan untuk kebaikan, karena memang menjaga nilai Ramadhan itu memang berat. Saya pun akui sudah mulai kedodoran. Astaghfirullah …



Tidak ada komentar: