Selasa, 23 November 2010

Strategi Kenabian Menuju Kemenangan

Beberapa bulan ini berita terkait pemilukada begitu santer. Di media cetak maupun elektronika hampir semuanya memberitakan proses dan tahapan pesta demokrasi tingkat kota tersebut, baik aktivitas sosialisasi para kandidat, informasi harta kekayaan, pengecekan kesehatan sampai pengundian nomor urut Calon Walikota-Wakil Walikota Batam

Sesuai nomor urut, mereka adalah, Ahmad Dahlan-Rudi, Ria Saptarika-Zainal Abidin, Nada F Soraya-Nuryanto, Aripin-Irwansyah dan Amir Hakim Siregar-Syamsul Bahrum. Kini mereka tinggal menyusun strategi untuk menjadi pemenang dalam pertarungan yang akan digelar pada 5 Januari tahun depan

Untuk bisa menjadi the champion banyak pengamat memberikan analisanya. Salah satunya Burhanuddin Muhtadi mengatakan, untuk bisa memenangkan pemilukada kandidat harus memiki 6 M, yaitu men (ketokohan), money (modal biaya), machine (mesin politik), media (strategi branding), market (penerimaan pasar) dan terakhir adalah momentum (takdir)

Selain cara-cara “bumi”, strategi “langit” juga harus diimplementasikan oleh para calon. Strategi langit yang dimaksud oleh penulis adalah mengadopsi langkah kenabian yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dalam “memenangkan” agenda keumatan, termasuk agenda politik

Ketika baru masuk ke wilayah Madinah, statement pertama yang disampaikan Rasulullah kepada penduduk (Madinah) yang sudah menunggunya yaitu “Wahai manusia tebarkanlah salam, berbagilah makanan, sambunglah silaturahim, sholatlah di malam sementara manusia tidur, (niscaya) kalian memasuki surga dengan kedamaian.” (HRTurmudzi dan Ibnu Majah)

Berdasar hadits di atas ada empat pesan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad kepada masyarakat Madinah. Dan dengan empat pesan inilah Rasulullah mampu mengkonsolidasikan elemen-elemen yang ada di Madinah yang pada saat itu kondisi masyarakatnya dalam keadaan majemuk

Empat messages Rasul tersebut tiga bernuansa kemanusiaan, yaitu menebar salam, memberi makan dan menyambung silaturahim. Satu hal yang berdimensi transcendental yaitu anjuran untuk menghidupkan sholat malam.

Jika langkah nabi tersebut penulis bahasakan ke dalam istilah pemilukada, maka menebar salam adalah sosialisasi, memberi makan yaitu mengasah kepedulian dan menyambung silaturahim merupakan upaya untuk rajin turun ke masyarakat serta sholat malam adalah ketataatan kepada Tuhannya

Pertama, Sosialisasi. Dengan memberi informasi yang massif, maka masyarakat akan mengenal lebih dalam siapa calon pemimpin Batam yang akan mereka pilih. Sosialisasi ini bisa dilakukan dengan cara menemui langsung masyarakat maupun melalui media lain, seperti media elektronika, media cetak, baliho dan banyak lainnya

Ada yang perlu terus dijaga konsistensi seluruh kandidat (tentunya timses) yaitu pola sosialiasi harus inklusif. Maksud penulis adalah model sosialisasinya untuk semua, bukan saja kepada basis massa partai-partai pengusung maupun pendukung, kesamaan agama dan suku dengan kandidat, namun harus merangkul semuanya

Dalam hal sosialisasi penulis anggap semua kandidat on the track dalam mengemas cara komunikasinya, yaitu tidak ada pemilahan objek target. Langkah tersebut juga dilakukan Nabi Muhammad ketika bersosialisasi di Madinah dengan kalimat pembukanya “wahai manusia”, bukan “wahai kaum beriman”. Pemilihan kata ini sangat tepat di tengah kemajemukan Madinah pada saat itu

Hal ini sangat penting, karena meski agak berbeda kondisi antara Madinah dan Batam, namun keduanya ada kesamaan yaitu masyarakatnya majemuk, baik majemuk dari sisi agama maupun plural dari segi etnis.

Kedua, Peduli. Kepedulian posisinya di atas wacana, karena sudah dalam taraf tindakan, bukan sekedar ajakan. Memberi pertolongan kepada orang yang sedang membutuhkan tentu memberi kesan yang dalam, apalagi jika kepeduliannya diterapkan kepada orang yang pas pasti akan sangat berkesan

Pendekatan “kepedulian” sangat tepat diejawantahkan di perpolitikan negeri ini. Tipikal masyarakat Indonesia pada umumnya (termasuk Batam) adalah suka dibantu dan (maaf) cenderung pragmatis. Sebagian masyarakat menilai baik-buruknya seseorang kandidat diukur dengan kepuasan fisik yang sudah diberikan kepada masyarakat.

Politik kepedulian memang memakan biaya tinggi, sehingga harus diejawantahkan secara tepat. Apalagi masyarakat saat ini sudah “cerdas” memanfaatkan momen politik sebagai ajang untuk mendapatkan bantuan

Ketiga, Turun ke masyarakat. Hasil survey LSI menunjukan masyarakat Batam mengidamkan pemimpin yang perhatian dan bersih dari korupsi menempati urutan tertinggi. Dan turun ke masyarakat merupakan bagian khusus dari sifat perhatian yang disenangi oleh masyarakat

Agar efektif, kandidat harus mengidentifikasikan terlebih dahulu kebutuhan dari masyarakat yang akan dikunjunginya. Pendekatan yang digunakan biasanya tidak terlepas dari tiga hal, pendekatan ideologis dan konsep, pendekatan budaya dan pendekatan sosial

Dan faktor ketokohan dalam perpolitikan Indonesia masih sangat mujarab untuk mensukseskan seorang calon. Tokoh agama, tokoh masyarakat dan adat di Indonesia masih memiliki peranan strategis untuk memuluskan jalan kandidat menuju Engku Putri, untuk itu turun ke masyarakat dengan menyertakan para tokoh meruapakan cara yang jitu

Ide-ide yang diutarakan juga harus sesuai dengan bahasa masyarakat. Sebagus apapun gagasan yang ditawarkan jika tidak dipahami oleh warga maka menjadi pepesan kosong yang justru membingungkan (miss understanding)

Empat, Ketaatan. Dalam perspektif Islam, ketaatan merupakan proses pengokohan diri secara lebih dekat kepada Allah. Pengokohan diri yang berdimensi spiritual mengalir ke dalam prilakunya. Ia tidak muncul dengan cara dibuat-buat.

Di musim pemilukada semuanya bisa dipoles dengan pencitraan yang “sempurna”. Sosialisasi bisa dipermak dengan media pencitraan. Sikap peduli rakyat bisa dibuat secara mendadak dengan rajin datang ke kantong-kantong kemiskinan dan menebar kepedulian layaknya Sinterklas.

Begitu juga sama dengan turun ke masyarakat, semuanya bisa dipoles. Namun ketaatan tidak bisa dikadali hanya karena menggunakan kopiah dan bersedekah di masjid.
Ketaatan muncul dari keteguhan iman dan kekokohan mental. Faktor ketaatan juga bisa menjadi parameter masyarakat untuk memilih pemimpinnya, karena dengan memiliki pemimpin yang taat kepada Tuhannya akan sangat berpengaruh terhadap kekuatan fisik dalam menghadapi pekerjaan yang berat disertai rasa tanggung jawab.

Penulis percaya, dari kelima pasang kandidat tidak ada yang memiliki ketatan yang “sempurna”, namun pasti dari yang kelima pasang calon ada yang terbaik untuk kemaslahatan Batam ke depan. Wallahua’lam

*. Diterbitkan di Harian Haluan Kepri - Selasa, 23 November 2010
Selengkapnya...

Senin, 20 September 2010

Menimbang Peluang Incumbent

(Mengupas Dahlan VS Ria dengan 6 M)

Saat opini ini ditulis, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Batam sedang membuka tahapan pendaftaran calon Walikota dan Wakil Walikota. Beberapa hari lalu sudah ada beberapa parpol dan gabungan parpol serta independen mengambil formulir pendaftaran.

Peta politik pemilukada sudah mulai “kelihatan”. Beberapa parpol besar dan menengah sudah mengirimkan paket jagoannya ke Dewan Pimpinan Pusat (DPP) masing-masing. Dalam hitungan hari, publik akan mengetahui siapakah pasangan resmi yang mendapat restu dari sang atasan mereka.

PDIP sudah mengusulkan dua pasangan, yaitu Ria Saptarika – Nuryanto dan Nada F Soraya – Jamsir. PAN dalam rapat pleno sepakat mengirim empat cawako dan empat cawawako. Mereka adalah Asnah, Erva Ertos, Istono dan Asman Abnur. Sedang Yudi Kurnain, Hardi S Hood, Chablullah Wibisono dan Irwansyah sebagai Cawawako

Meski belum memenuhi 15 persen kursi parlemen, pasangan Amir Hakim – Syamsul Bahrum sudah sepakat menjalin hubungan serius. Besar kemungkinan mereka akan menyertakan Koalisi Amanat Rakyat. Dan jauh sebelum itu, Partai Demokrat (PD) sudah mendaulat incumbent Ahmad Dahlan untuk berlaga kembali di ajang pemilukada yang akan dilaksanakan pada Rabu, 5 Januari 2011 meski belum jelas akan berpasangan dengan siapa.

Dahlan Atau Ria?
Bukan maksud mengecilkan peluang pasangan lain, penulis sangat tertarik menyoroti “pertempuran” baru antar incumbent. Ahmad Dahlan sebagai Walikota saat ini yang akan head to head dengan Ria Saptarika yang sekarang juga masih menjadi partnernya di Pemko Batam

Bagi penulis, antara Dahlan dan Ria memiliki kekuatan yang merata. Jika keduanya resmi berhadapan maka akan menjadi perhelatan pemilukada yang menarik. Siapakah yang bisa melenggang ke Engku Putri tinggal bagaimana mereka menetapkan wakilnya. Apakah bisa menambah pundi-pundi suara atau justru sebaliknya?

Peneliti senior LSI, Burhanuddin Muhtadi mengatakan kunci sukses seorang terpilih sebagai pemimpin terdiri dari enam hal. Enam faktor tersebut terangkum dalam 6 M, yaitu men (ketokohan), money (modal biaya), machine (mesin politik), Media (strategi branding), market (penerimaan pasar) dan terakhir adalah momentum (takdir)

Lantas bagaimana enam hal di atas dijadikan alat untuk menakar peluang dua pejabat yang sedang menjabat tersebut pada ajang pesta demokrasi tertinggi tingkat kota nanti?

Pertama, Men. Secara ketokohan, posisi Ahmad Dahlan yang menjabat sebagai Walikota pasti popularitasnya lebih tinggi dari Ria Saptarika. Bahkan dalam beberapa survey yang di-claim oleh PD Kota Batam, Ahmad Dahlan menjadi calon yang teratas yang dikehendaki oleh mayoritas masyarakat Batam

Namun yang harus diketahui, menurut pemaparan Koordinator LSI Wilayah Riau – Sumbar – Jambi dan Kepri, Edi Indrizal, hasil survey LSI pada lebih dari 100 pemilukada, kandidat yang tingkat elektabilitasnya pada enam bulan sebelum hari H pemilukada kurang dari 40 persen (<40%), mayoritasnya justru berat untuk menang

Meski penulis belum melihat secara pasti angka kemenangan Ahmad Dahlan, namun dapat dipastikan keunggulan Walikota atas “rival-rivalnya” tidak mencapai 40 persen

Kedua, Money. Tidak dipungkiri biaya politik di negeri ini memang sangat mahal. Hal ini “wajar”, mengingat strategi pemenangannya pun menggunakan biaya. Dari pembuatan baliho, spanduk dan stiker. Belum lagi iklan di media cetak dan elektronika maupun kegiatan tatap muka dan pemanasan mesin politik yang semuanya menggunakan uang yang tidak sedikit

Terkait dengan pembiayaan untuk pemenangan Ahmad Dahlan maupun Ria Saptarika penulis haqqul yaqin mereka sudah menyediakannya. Besarannya berapa tergantung kesepakatan partai koalisi

Ketiga, Machine. Mesin politik sangat berperan untuk mengantarkan Ahmad Dahlan atau Ria Saptarika menuju Engku Putri. Menurut penulis secara nasional, partai yang memiliki mesin yang handal adalah PKS, PDIP dan Partai Golkar. Jadi seandainya Ria jadi berdampingan dengan PDIP maka modal mesin politiknya sangat kuat

Di kubu Dahlan justru sebaliknya. Di saat PKS dan PDIP semakin mesra, mesin di tubuh partai pemenang pemilu tersebut justru terjadi keretakan. Pemantik keretakan ini datang dari proses penjaringan cawako dan cawawako yang tidak sesuai mekanisme. Selain itu keinginan kader PD untuk menduaetkan kader internal juga menjadi permasalahan serius

Ketua PAC PD Batam Kota mengatakan: “Kader PD Kota Batam menjamin mesin politik partai tidak akan berjalan maksimal pada Pilkada mendatang apabila calon wakil walikota bukan dari internal PD” (Sijori Mandiri: 18/9)

Keempat, Media. Sejak adanya pemilihan langsung kalimat branding (pencitraan) sangat populer dalam dunia politik di Indonesia. Pencitraan di media digunakan oleh semua kandidat untuk mengenalkan diri ke publik guna meraup simpati dan dukungan

Ahmad Dahlan sebagai Walikota sangat diuntungkan dalam kemunculannya di media cetak maupun eletronika di Batam. Apalagi setelah tiga tahun Dahlan-Ria bergandengan, publikasi media untuk Ria Saptarika terasa dibonsai. Namun di sisi lain, Ahmad Dahlan kerap “dihajar” media karena berbagai kasus hukum yang diindikasikan melilitnya

Kelima, Market. Hasil survey LSI pada Juli 2010 di Batam menunjukan masyarakat mengidamkan pemimpin memiliki sifat perhatian dan bersih dari korupsi menempati urutan tertinggi. Pemimpin yang perhatian mendapatkan angka 52,3 persen sedangkan pemimpin yang jujur dan bersih dari korupsi memperoleh nilai 40,3 persen. Sisanya dibagi karena faktor kecerdasan, kewibawaan dan juga ketegasan

Mengenai kebersihan, ada yang menarik dari salah satu alasan kader PD saat melakukan aksi demonstrasi di sekretariatnya sendiri, yaitu kekahawatiran jika Ahmad Dahlan tersangkut kasus hukum, jika terpilih maka yang akan menggantikan mengisi posisinya adalah kader partai lain

“Ada kekawatiran jika Dahlan tersangkut kasus hukum, jika terpilih, maka yang naik mengisi posisinya Dahlan adalah Rudi. Akibatnya, nama Demokrat tenggelam, sementara nama PKB melambung. Berbeda jika wakilnya tetap internal Demokrat, nama Demokrat tetap aman” (Batam Pos: 17/9).

Jika mengaca pada hasil survey LSI di atas, penulis rasa PD sedang berhadapan dengan arus keinginan masyarakat yang mengharapkan memiliki Walikota yang bersih. Diperparah, PD sendiri tidak percaya diri jika jagoan yang dimilikinya itu pun bersih

Terakhir, Momentum. Takdir adalah wilayah Allah. Namun biasanya Allah akan memberikan kepada seseorang sesuai dengan kadar usahanya. Maka jika para kandidat memiliki 6 M di atas maka hampir bisa dipastikan yang akan menjadi pemenang dalam pemilukada nanti

Penutup

Selain sebagai instrumen sekaligus prosedur demokrasi dalam memilih pemimpin, pemilukada juga sejatinya harus dijadikan sebagai momen untuk merahabilitasi kondisi masyarakat ke arah yang lebih baik

Apalagi biaya politik pemilukada sangat mahal. Cost-nya pun tidak saja dikeluarkan oleh setiap kandidat, namun juga oleh pemerintah, untuk itu sudah semestinya mampu membawa kebaikan bagi masyarakat. Wallahua’lam


Selengkapnya...

Rabu, 28 Juli 2010

Berceraikah Dahlan – Ria?

Beberapa bulan ke depan, Batam akan menggelar pemilu kada. Saat ini tahapan demi tahapan pesta demokrasi terus berjalan. Tepat di hari Rabu, 5 Januari 2011 (kalau tidak ada perubahan) tibalah hari pencoblosan. Dan dalam waktu kurang dari sehari, warga Batam sudah bisa memprediksi siapa yang bakal menjadi Walikota – Wakil Walikota melalui quick count maupun real count

Sampai saat ini sudah bermunculan nama-nama yang siap menjadi pemimpin tertinggi di Batam, baik dari unsur partai politik (parpol) maupun yang memproklamirkan diri dari jalur independen. Nama-nama “beken” seperti Ahmad Dahlan, Ria Saptarika, Syamsul Bahrum dan Hj. Asnah sudah mengorbit di berbagai media. Tak ketinggalan nama Rudi, Zainal dan lainnya juga ramai menghiasi surat kabar

Ada yang menarik bagi penulis, di saat “jagoan-jagoan” lain masih “kasak-kusuk” meraih restu, nama Ria Saptarika adalah menjadi satu-satunya calon yang sudah mendapat restu dari parpol. Keputusan final DPP PKS sebagaimana banyak diwartakan di media mengamanahkan Wakil Walikota Batam ini kembali dicalonkan oleh PKS sebagai Walikota atau masih tetap di posisi semula

Leading dalam hal mendapat restu, menjadi modal awal yang bagus bagi Ria Saptarika untuk berlaga. Ibarat sebuah perlombaan lari marathon, Ria Saptarika sudah berlari duluan di saat kandidat lainnya masih mempersiapkan baju, sepatu dan peralatan perlombaan lainnya.

Kondisi di atas sangat memungkinkan menaikan bargaining Ria Saptarika di posisi nomor satu. Meski hanya mengantongi empat kursi, namun besar kemungkinan Ria masih bisa berlaga pada pemilu kada, karena mengingat “nama besar” Ria dan PKS masih laku dijual ke berbagai parpol untuk melakukan koalisi.

Berceraikah Dahlan – Ria?
Perceraian politik menurut penulis akan sangat mungkin terjadi. Apalagi sampai tulisan ini ditulis, PD dan PKS belum deal menyangkut masa depan koalisi yang akan mereka bangun. Diperparah, tanda-tanda perceraian sudah ada dengan indikasi sering “dicampakan” wajah Ria Saptarika pada baliho milik pemko

Dan jika (perceraian) terealisir, maka diprediksikan pertarungan menuju Engku Putri akan semakin seru. Tidak saja akan ada “tontonan” seru head to head-nya Dahlan dan Ria, juga akan bermunculan nama-nama lain yang ikut mengadu peruntungan di ajang pemilu kada ini

Penulis haqqul yaqin, keberadaan Dahlan – Ria sebagai top leader di Batam pasti secara popularitas lebih dikenal daripada kandidat lainnya. Kepemimpinan mereka sebagai Walikota dan Wakil Walikota yang sudah empat tahun tentu memiliki akses yang lebih luas untuk merangsek masuk ke kantong-kantong warga. Pemberitaan di media juga bagi mereka tetap lebih diuntungkan dibanding dengan calon-calon lainnya

Jika keduanya berhadapan, maka secara politik akan menjadi pertarungan yang sangat menarik. Sebagai orang nomor satu, tentu popularitas Ahmad Dahlan lebih dominan daripada Ria Saptarika, namun sebaliknya sebagai “kuda hitam”, tim Ria akan power full untuk menjadi pemenangnya.

Apalagi setahun terakhir, pencitraan Ahmad Dahlan di media cenderung anjlok akibat berbagai pemberitaan negatif atas berbagai kasus yang terindikasi menyeret nama Walikota tersebut, seperti kasus Bansos, kasus Husnul dan lainnya.
Meski demikian, menurut penulis (setidaknya untuk saat ini), Dahlan dan atau Ria adalah tetap calon yang masih memiliki peluang tertinggi untuk menang. Keduanya memiliki kekuatan yang bersumber dari posisi mereka sebagai orang tertinggi di Batam. Dengan jabatan tersebut, melekat lah berbagai macam keuntungan.

Menimbang Dahlan – Ria
Kekuatan istimewa yang dimiliki Ahmad Dahlan adalah sebagai Ketua DPC PD Kota Batam yang nota bene sebagai parpol peraih suara terbanyak. Meski sudah lebih dari sepuluh calon yang mendaftar via PD, namun penulis berkeyakinan nama Ahmad Dahlan tetap bakal muncul sebagai kandidat yang diusung oleh PD pada pemilu kada Batam ini.

Di samping itu, meski PD tanpa koalisi sudah bisa langsung ikut berlaga, namun berkah pemilik suara terbanyak justru menjadi daya tarik parpol untuk mendekat. Diprediksi akan banyak parpol yang kesengsem dengan PD. Ibarat gadis cantik, PD pasti menjadi incaran banyak pria (baca: parpol). Jika tidak menjadi suaminya, setidaknya jadi temannya pun tidak masalah

Namun yang perlu menjadi perhatian, meski sebagai Ketua DPC PD Batam dan kelak diputuskan sebagai kandidat mewakili partai penguasa, keputusan terpilihnya Dahlan tetap menjadi pro kontra di kalangan kader PD sendiri yang bisa berakibat pecahnya suara

Sedang kelebihan Ria Saptarika adalah kinerja selama menjabat sudah bisa dirasakan. Semisal KTP SIAK online, SKCK online dan lainnya. Meski masih perlu ada perbaikan, namun hemat penulis hal di atas menjadi nilai plus tersendiri buat Ria. Kedekatan dengan berbagai komunitas seperti blogger dan masyarakat umum juga menjadi nilai penting bagi Ria

Selain itu sejarah PKS membuktikan, jika kadernya dimajukan sebagai kandidat maka PKS akan all out memenangkan. Pilgub DKI misalnya, meski kalah namun pertarungannya begitu ketat, Pilwako Batam yang mengantarkan Dahlan – Ria itu sendiri dan yang teranyar di pemilu kada Sumatera Barat yang dimenangkan oleh Irwan Prayitno – Muslim Kasim yang mampu menggulingkan incumbent.

Dan semangat di atas pasti masih dimiliki oleh para kader dan simpatisan PKS yang memang terkenal loyal, termasuk kader PKS di Batam

Kesimpulan
Bagi penulis, antara Dahlan dan Ria memiliki kekuatan yang merata. Jika keduanya berhadapan maka akan menjadi perhelatan pemilu kada yang menarik. Tinggal bagaimana mereka menetapkan wakilnya. Namun jika keduanya kembali berpasangan, maka versi penulis keduanya akan melenggang kembali ke Engku Putri dengan “mudah”

Namun ada yang paling mendasar dari pesta pemilu kada, bukan siapa yang menang dan serunya pertarungan, yang terpenting adalah pemenang dapat mengejawantahkan programnya untuk mensejahterakan warga Batam, karena demokrasi dan kesejahteraan itu bagaikan kepingan mata uang.

Demokrasi mengharuskan terciptanya kesejahteraan. Sebaliknya kesejahteraan juga harus didapat dari jalur yang demokratis. Dengan kata lain pemilu kada sebagai “anak kandung” demokrasi harus bisa membawa efek kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat
Untuk itu menjadi tanggung jawab parpol, penyelenggara pemilu kada dan pemilih untuk menciptakan pesta politik yang berkualitas, agar pemilu kada bukan bak nikotin yang bikin candu, namun merugikan, namun harus seperti vitamin, yang dibutuhkan karena memang menyehatkan. Wallahua’lam

*. Diterbitkan Sijori Mandiri, 28 Juli 2010
Selengkapnya...

Rabu, 03 Maret 2010

Milik Siapa Kursi BP 1?

Ditahannya Gubernur incumbent, Ismeth Abdullah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merubah peta politik yang sudah ada. Apalagi menurut salah satu kuasa hukumnya, Edward Arfa, Ismeth memastikan diri tidak ikut berlaga pada pemilu kada Kepri 2010 dengan alasan akan berkonsentrasi menghadapi kasus hukumnya

Meski belum deklarasi, sebenarnya peluang Ismeth untuk kembali menduduki kursi BP 1 masih sangat terbuka lebar. Hampir setiap partai menggadang-gadang mantan Ketua Otorita Batam ini sebagai kandidat unggulan.

Dengan ditahannya Ismeth, maka hampir dipastikan Aida Zulaikha Nasution (Aida Ismeth) bakal beradu keberuntungan mengamankan kursi suaminya. Apalagi Aida pernah berjanji akan ikut berlaga manakala suaminya dijegal. Dan sepertinya, Partai Golkar akan menetapkan senator asal Kepri ini sebagai calon “ratu” pertama di Kepri. Seandainya tidak mendukung pun, maka Aida tetap bisa berlaga dengan dukungan beberapa partai gurem

Realita Pemilu Kada Kepri 2010
Saat ini kandidat yang sudah mendeklarasikan diri untuk beradu di ajang pemilu kada Kepri ada empat calon. Mereka adalah Aida Ismeth, Nyat Kadir, Muhammad Sani dan Huzrin Hood. Mungkin akan bermunculan nama-nama baru. Praktis satu kandidat pertama (Aida Ismeth) adalah satu-satunya kandidat non melayu dan berjenis kelamin perempuan dan tiga kandidat selanjutnya berturut-turut bersuku Melayu dan berjenis kelamin laki-laki

Isu kedaerahan (primordial) kadang bisa membantu seseorang calon dalam mengumpulkan pundi-pundi suara yang signifikan. Dalam pengamatan penulis beberapa pilkada yang digelar tidak luput menyertakan isu primordial. Contohnya saat pilgub Sumut dan Lampung, di mana nuansa kedaerahannya sangat kental

Dan meski Kepri berada di wilayah Sumatera, namun kenyataannya suku yang mendominasi di provinsi ini hampir berbagi rata. Suku Jawa, Melayu, Minang, Batak dan Flores merupakan suku yang tergolong besar di Kepri. Sisanya suku-suku lain yang ada di berbagai penjuru nusantara. Berbeda kondisinya dengan di Lampung atau Sumut

Sehingga isu kedaerahan di provinsi termuda ini kurang memberi efek positif, bahkan cenderung blunder. Pasalnya, sebagai miniatur Indonesia penduduk Kepri tentunya beragam (heterogen). Di samping itu, berdasar hasil survey Centre for Strategic and Policy Studies (CSPS) tahun lalu, masyarakat Kepri menjatuhkan pilihannya tidak melulu berdasarkan suku, namun berlandaskan kompetensi

Untuk itu bagi kandidat yang masih konsisten “berjualan” isu primordial an sich akan menjadi peserta pertama yang harus angkat koper lebih awal dengan perolehan suara terendah, pasalnya jumlah penduduk terbesar di Kepri adalah Batam di mana populasinya mencapai 60 persen dari seluruh warga Kepri. Untuk itu seluruh kandidat dituntut untuk grubyuk dengan semua suku (dan agama)

Realita Perempuan dan Sejarah Pemilu Kada
Di sisi lain, memanfaatkan semangat gerakan emansipasi wanita untuk menuntut kesetaraan hak juga tidak semudah membalikan telapak tangan. Meski populasi perempuan sangat strategis, namun pada kenyataannya sedikit sekali perempuan yang menduduki kursi empuk eksekutif. Pada awalnya, adanya Pemilu Kada bagi aktivis perempuan dijadikan sebagai media untuk mendongkrak keterwakilan perempuan pada jabatan “mentereng”, seperti walikota maupun gubernur. Namun kenyataannya jauh panggang dari api

Kenapa ini bisa terjadi? Menurut hasil diskusi bulanan Lingkaran Survey Indonesia (LSI) hal ini dikarenakan “politik masih diasosiasikan sebagai dunianya laki-laki. Perempuan hanya “cukup” sebagai pendamping laki-laki. Meminjam istilah Agustar di Sijori Mandiri adalah “menempatkan kaum perempuan di ranah domestik (rumah tangga) dan laki-laki di ruang publik”

Dan sampai saat ini, tipologi masyarakat perempuan sendiri tetap lebih “nyaman” dipimpin oleh laki-laki daripada perempuan. Buktinya dari beberapa kali diadakan pilkada, pasangan yang menjagokan perempuan sebagai orang nomor satu sangat sedikit yang mampu menjadi pemenang

Dalam pengetahuan penulis, kandidat perempuan yang dapat memenangkan pertarungan pimpinan tertinggi di kota/kabupaten/provinsi bisa dihitung dengan jari, diantaranya adalah di Kabupaten Kebumen yang memenangkan Rustriningsih (saat ini sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah), Ratna Ani Lestari, Bupati Banyuwangi dan Suryatati A Manan sebagai Walikota Tanjungpinang

Untuk tingkat provinsi, praktis hanya Provinsi Banten menjadi satu-satunya provinsi yang dipimpin oleh perempuan, yaitu Ratu Atut Chosyiyah. Namun kemenangan Ratu Atut itu pun “tidak murni”, karena sebelumnya menjabat sebagai Pejabat Sementara (Pjs) Gubernur Banten karena terjadi pemekaran

Partai Menentukan
menurut penulis, Pemilu Kada Kepri 2010 akan berjalan seru. Dari empat kandidat yang siap menjadi pemimpin tertinggi ini semuanya memiliki peluang dan tantangan yang hampir sama. Misalnya Aida Ismeth teruji sebagai Anggota DPD dua kali berturut-turut dengan perolehan suara tertinggi, namun di sisi lain, keberadaan suaminya yang saat ini ditahan karena tersangkut tuduhan kasus pengadaan damkar akan menjadi cap buruk untuk didemarketing

Begitu juga dengan Nyat Kadir, kemampuannya dalam menaklukan suara Kabupaten Karimun pada pilgub 2005 adalah bukti jaringannya kuat. Namun di sisi lain, predikat sebagai kandidat yang pernah kalah secara psikologi pemilih juga sangat menghambat.

Selanjutnya Huzrin Hood, modal positifnya adalah modal sejarah dalam proses terbentuknya provinsi Kepri. Lewat tangan dinginnya, Riau sebagai “ibu kandung” Kepri harus rela melepaskan “anak kesayangannya” untuk hidup mandiri. Namun isu koruptor dan menjadi narapidana juga sangat mengganggu ambisinya untuk melenggang menuju kursi gubernur

Terakhir Muhammad Sani, meski kenyang makan asam garam dunia birokrasi, namun kekalahaannya di “kandang sendiri” pada saat pilgub 2005 bersama Ismeth di Karimun menjadi catatan negatif jika beliau kepemimpinannya tidak membumi

Dengan kondisi di atas, menurut penulis faktor parpol menjadi sangat menentukan “masa depan” jadi atau tidaknya salah satu pasangan untuk menduduki kursi BP 1. Ketepatan para kandidat dalam menggandeng partai sangat berpengaruh dalam mewujudkan ambisinya. Apalagi, Muhammad Sani dan Aida Ismeth bakal berebut di nampan yang sama, yaitu Partai Golkar dan para PNS.

Maksud partai di sini versi penulis bukanlah (sekedar) yang diatur dalam Peraturan KPU nomor 68 tahun 2009, yaitu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang diusung oleh partai politik atau gabungan parpol dengan syarat memiliki minimal 15 persen kursi DPRD Provinsi atau parpol yang memiliki 15 persen suara pada Pemilu DPRD Provinsi tahun 2009.

Maksud penulis adalah partai yang memiliki akar di kalangan kader dan masyarakat (party in the grass root). Setidaknya secara berurutan, PKS, PDIP dan Partai Golkar adalah partai yang sampai kini cukup dikenal memiki mesin yang gampang dipanaskan. Teranyar, M Sani sudah berpasangan dengan Soerya Respationo dari PDIP. Lantas siapa yang bakal ditetapkan Partai Golkar dan PKS?

Tentu masih ada pertimbangan lain, yaitu seberapa kuat para kandidat memiliki daya magnetik dalam menarik masyarakat, karena pemilu kada tidak sekedar berbicara kendaraan (partai) namun juga kredibiltas calon itu sendiri di pandang oleh masyarakat. Wallahua’lam.

*. Diterbitkan di Harian Sijori Mandiri, Rabu, 3-3-2010
http://sijorimandiri.net/fz/index.php?option=com_content&task=view&id=15987&Itemid=49

Selengkapnya...

Selasa, 23 Februari 2010

Bola Panas Pajak PSK

Bola panas tentang rencana penarikan pajak terhadap Pekerja Seks Komersial (PSK) di Pusat Rehabilitasi Non Panti (PRNP) Teluk Pandan yang ditendang oleh legislator asal FPKB, Riki Solihin terus saja menggelinding. Usulan yang dimaksudkan untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini menarik berbagai kalangan untuk menanggapi

Dalam pengamatan penulis, isu di atas menjadi menarik karena beberapa hal, yaitu karena dalam hitung-hitungan Anggota Komisi I DPRD Kota Batam ini, Pemko Batam akan mengeruk hasil pajak dari para penikmat seks dengan nilai yang fantastis, yaitu
Rp. 6,4 M per tahun

Selanjutnya pernyataan ini lebih menarik perhatian karena Riki adalah salah satu kader PKB. Meski tidak menyatakan sebagai partai berideologi Islam, PKB tergolong partai berbasis massa Islam. Apalagi secara de facto, partai yang identik dengan Gusdur ini adalah masih menjadi “kepanjangan tangan” dari ormas Islam Nahdlatul Ulama (NU)

Namun terlepas dari nyleneh tidaknya gagasan Riki Solihin ini, penulis ingin mendudukan ketentuan umum yang berkaitan dengan praktek prostitusi sesuai dengan aturan yang berlaku. Pada Perda No. 6 Tahun 2002 Bab I tentang Ketentuan Umum pada huruf (i) disebutkan jelas bahwa PRNP adalah suatu tempat untuk mengembalikan moralitas dan mentalitas seseorang supaya dapat hidup normatif sehingga mampu melaksanakan fungsi sosialnya sebagai warga negara yang baik

Lebih tegas lagi, Perda tentang ketertiban sosial yang disetujui oleh DPRD Kota Batam ini di “prolognya” mengatakan bahwa dalam perkembangan kemajuan Kota Batam yang demikian pesat telah membawa dampak positif yang signifikan, namun di lain pihak juga menimbulkan dampak negatif, di mana kegiatan yang bertentangan dengan norma - norma agama dan kesusilaan di Kota Batam perlu segera diatasi

Menyimpulkan dari isi Perda di atas, keinginan Riki Solihin untuk memungut pajak 10 persen semangatnya justru berlawanan dengan hukum. Penulis sepakat dengan pendapat Ketua MUI Batam yang menyatakan menarik pajak hasil prostitusi sama saja dengan melegalkan prostitusi (Sijori Mandiri: 17/2). Sehingga jika keukeuh diajukan menjadi Perda, maka akan bermasalah karena beberapa alasan

Pertama, tindakan ilegal. Prostitusi adalah kegiatan ilegal yang bertentangan dengan agama dan juga undang-undang (UU). Tidak ada satu pasal pun dalam UU maupun peraturan daerah yang mengesahkan pelacuran.

Anehnya, Riki Solihin sebagai pencetus ide di atas juga mengetahui jika UU melarang mengambil sesuatu dari praktek tersebut. Dengan jelas Riki mengatakan “Memang di dalam UU kita melarang agar pemerintah tidak mengambil keuntungan dari praktek tersebut” (Sijori Mandiri: 18/2)

Lebih gambalng lagi di Perda No 6 Tahun 2002 yang ditandatangani oleh Nyat Kadir ini menjelaskan, eksistensi PRNP itu tidak untuk dilegalkan, namun justru untuk ditutup dalam kurun waktu tiga tahun apabila sudah diberikan pembinaan yang efektif oleh Pemko Batam. (lihat Bab III tentang Tertib Susila)

Kedua, multi ekses. Masuknya PAD senilai Rp. 6,4 M per tahun tidak sebanding dengan ekses yang bakal ditimbulkan dari pelegalan praktek bisnis esek-esek ini. Sebagaimana jamak diketahui bahwa dampak buruk dari melakukan perbuatan asusila ini menimbulkan multi efek. Tidak saja timbulnya penyakit HIV/AIDS, namun juga dampak buruk lainnya seperti kelainan psikologi, pengucilan sosial dan juga pemantik perbuatan kriminal dan lainnya

Tentu jika dilegalkan Batam tidak memiliki masa depan yang “terjamin” dalam mengelola daerahnya secara kondusif, karena Sumber Daya Manusia (SDM)-nya sudah banyak yang “sakit”. Selain itu pelegalan prostitusi justru menginjak-injak visi Batam sebagai Bandar Dunia Madani, karena konsep yang terinspirasi dari zaman keemasan Islam ini jauh dari unsur-unsur tindakan asusila

Ketiga, ide kurang kreatif. Menurut hemat penulis, munculnya wacana rencana penarikan pajak terhadap PSK justru semakin menguatkan asumsi publik bahwa kualitas para anggota dewan yang terhormat itu (maaf) kurang kreatif, karena sebenarnya masih banyak ide yang “halal” untuk bisa mendongkrak PAD

Peran Agamawan
Secara hukum, pemindahan praktek pelacuran ke PRNP diwajibkan untuk tidak menambah jumlah PSK. Namun kenyataannya jumlahnya kian membesar dari tahun ke tahun. Meningkatnya profesi haram tersebut merupakan “tamparan” bagi para agamawan yang hanya ”berasyik masyuk” dengan ibadah transendentalnya, tanpa peduli dengan kondisi umatnya yang masih diselimuti oleh tindakan amoral.

Muhammad Iqbal, filosof besar menyentil model agamawan seperti di atas dengan senandungnya, “Andai aku adalah Muhammad. Maka, aku tak akan turun lagi ke bumi. Setelah sampai di Shidratul Muntaha “

Padahal semua berharap orang-orang yang sedang singgah di “Shidratul Muntaha” (baca: eksekutif, legislatif, juga para agawamawan dan lainnya) adalah orang-orang yang diharapkan siap untuk berperan aktif atas berbagai persoalan keumatan. Jadi mereka tidak boleh apatis


Tamparan Untuk Pemko
Banyaknya tanggapan negatif terhadap isu pajak PSK ini tentu bukan hanya “kesalahan” pihak legislatif saja. Pemko Batam sebagai eksekutif juga memiliki andil besar kenapa gagasan nyleneh ini muncul. Salah satunya adalah kurang ligatnya Pemko Batam dalam mengelola peluang untuk mempersubur PAD.

Pemko Batam harus menata kembali peluang yang bisa mendulang pundi-pundi PAD secara halal. Pertama dari parkir. Pendapatan dari parkir selama ini dari dua jalur, yaitu pendapatan beberapa persen dari pengelola lahan parkir khusus seperti di Mall dan lainnya, dan juga pendapatan dari kendaraan yang dipungut biayanya karena parkir di tepi jalan.

Dalam pandangan penulis, selama ini pengelolaan parkir di tepi jalan belum dikelola secara optimal. Selama ini Pemko Batam sudah puas dengan cukup men-sub count-kan bisnis ini kepada pihak tertentu. Kompensasinya dengan “tidak berkeringat”, Pemko akan menerima pemasukan

Padahal saat ini rata-rata penduduk Batam memiliki kendaraan bermotor, baik mobil maupun motor. Mobilitasnya pun sangat tinggi. Dalam sehari potensi untuk parkir dari satu tempat ke tempat lainnya pun kerap terjadi. Jika mau “berdarah-darah”, Pemko akan mendapatkan jauh lebih besar.

Selanjutnya mendongkarak PAD dari sektor pariwisata. Untuk menarik wisatawan asing maupun domestik, Pemko Batam menelurkan Program Visit Batam 2010. Program ini tentu sangat berperan besar dalam memperbanyak pundi-pundi PAD.

Namun kenyataannya program Visit Batam 2010 cuma sebagai ajang “gagah-gagahan” saja, buktinya dalam Nota Keuangan APBD Kota Batam Tahun Anggaran 2010 justru rencana pendapatan disektor pariwisata mengalami “terjun bebas” dengan berkurangnya sampai lebih dari Rp.100 M dibanding APBD tahun 2009.

Seharusnya, dengan meningkatnya kunjungan pariwisata otomatis akan mendongkrak tingkat hunian hotel, baik berbintang maupun non berbintang, namun kenyataannya PAD dari sektor tersebut justru mengalami penurunan. Padahal untuk mensosialisasikan program tersebut telah menyedot keuangan yang besar

Hal ini menjadi aneh karena Pemko sebagai pemilik program justru pesimis dengan idenya sendiri dapat mendulang untung besar, sehingga wajar apabila banyak kalangan mensangsikan program yang strategis mengeruk PAD ini. Dan sebenarnya masih banyak sektor lainnya yang belum digarap maksimal, seperti pajak reklame dan lainnya. Wallahua’lam.

*. Artikel ini ditulis sejak 18 Feb 10, dan sudah dikirim ke salah satu media (tapi blm dimuat)

Selengkapnya...

Kamis, 18 Februari 2010

Menanti Gubernur Rakyat Sejati

Tahapan Pemilihan Gubernur Kepri 2010 terus berjalan. Meski masih terkesan wait and see, namun yang jelas dalam satu bulan ke belakang, media lokal di Kepri, tak terkecuali Sijori Mandiri terus mengulas pemberitaan terkait hajatan lima tahunan untuk memilih pemimpin tertinggi di provinsi termuda ini. Bahkan intensitas pemberitaannya kian meninggi dari hari ke hari.

Saat ini sudah terdapat empat kandidat yang sudah mendeklarasikan sebagai calon orang nomor satu di Kepri. Mereka adalah Aida Ismeth, Nyat Kadir, Muhammad Sani dan Huzrin Hood. Selain empat nama di atas, masih ada calon yang santer diwartakan, yaitu Ismeth Abdullah. Sosok incumbent yang keberadaannya sangat diperhitungkan oleh rival-rivalnya yang lain

Isu lainnya yaitu keinginan dari kader-kader parpol agar kader terbaiknya masuk dalam salah satu bagian calon pemilik kursi eksekutif. Awal mula suara kader parpol menjadi bagian calon eksekutif datang dari PDIP. Kemudian disusul PAN dan kemudian Partai Demokrat. Tak ketinggalan juga kader PKS yang tidak ingin partainya menjadi perahu politik saja oleh kandidat yang sedang berlaga

Ibarat sebuah perang besar, semua kandidat dan parpol saat ini sedang mengatur strategi dan menggalang kekuatan untuk meraih predikat the champion. Dalam ranah politik hal itu adalah suatu “kewajaran”. Itu semua adalah bagian dari mempersiapkan target yang sudah dicita-citakan. Karena kemenangan adalah sebuah hasil perjuangan yang biasa dinanti-nantikan oleh siapapun.

Pandangan Mata Cacing
Masalah kemiskinan memang masih menjadi problem prioritas. Namun anehnya pemerintah, baik pusat sampai daerah dalam menyoroti realitas kemiskinan masih sebatas dengan angka statistik yang datanya tidak membumi. Kekuasaan terlalu sering meributkan angka kemiskinan turun atau naik pada setiap tahun, namun tidak memberikan solusi yang tepat

Penulis anjurkan kepada siapapun yang terpilih menjadi gubernur Kepri nanti, agar dapat mengambil semangat dari apa yang diejawantahkan oleh Muhammad Yunus. Pria Bangladesh ini adalah penerima Nobel Perdamaian pada tahun 2006. Dengan bendera Grameen Bank ia menunjukan gebrakan yang maha berani dalam memberikan kepercayaan luar biasa kepada kaum miskin dengan memberikan kredit mikro.

Selain itu Muhammad Yunus senantiasa mengobarkan semangat untuk mensejahterakan dan memberdayakan masyarakat miskin dengan membela hak-hak mereka, melawan kelambanan birokrasi dan kesewenang-wenangan para borjuis dan kekakuan agamawan.

Kenapa ia begitu berani mengambil kebijakan langka tersebut? Karena ia memahami moto hidupnya “Saat anda menggenggam dunia di tangan anda dan mengamatinya dari atas laksana burung, anda cenderung menjadi arogan. Anda tidak menyadari bahwa segala sesuatunya menjadi buram jika dipandang dari jarak yang jauh. Sebaliknya, jika saya memilih “pemandangan mata cacing”, saya harap bila saya mempelajari kemiskinan dari jarak dekat, saya akan memahaminya dengan lebih tajam

Selama ini gubernur kita masih mengadopsi filosofi burung, mengamati persoalan rakyatnya “cukup” dari atas. Turun ke masyarakat pun sekedar ceremony, bukan mengendus permasalahan yang dialami oleh masyarakatnya. Paling hanya sebagai Sinterklas yang membagi-bagikan pundi-pundi APBD untuk membantu masyarakat melalui rumah ibadah, bedah rumah dan beberapa agenda yang terinspirasi dari acara reality show di televisi

Padahal siapapun yang terpilih, apakah dari kalangan parpol atau birokrat manakala mampu mengaplikasikan pandangan mata cacing, maka dapat merubah kondisi ke arah yang lebih baik. Jika seorang Muhammad Yunus (bersama Grameen Bank) saja mampu membalikan keadaan, maka Gubernur Kepri terpilih tentu kesempatannya jauh lebih memadai untuk menciptakan kesejahteraan warganya, karena gubernur memiliki otoritas dan perangkat-perangkat lain yang sangat menunjang

Visi Bukan Lipstik

Pemberantasan Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) adalah salah satu agenda reformasi yang terjadi sudah dari satu dekade. Pasca reformasi, isu anti korupsi menjadi jualan yang sangat menarik bagi setiap kandidat yang akan berlaga memperebutkan jabatan politik (eksekutif dan legislatif)

Ketika masa kampanye para calon akan memaparkan visi dan misinya. Tentu visi dan misi anti korupsi pun menjadi agenda utama yang tidak terlupakan. Namun ketika menjabat komitmen yang sudah terlanjur dicatat Malaikat dan rakyat terlalu cepat dilupakan. Sehingga munculah para mantan petinggi satu demi satu masuk bui lantaran khianat dengan rakyatnya

Provinsi Kepri sekarang pun sudah tertampar dengan prilaku korupsi yang dilakukan oleh pemimpinnya sendiri. Hamid Rizal dan Daeng Rusnandi adalah dua petinggi yang sudah dinyatakan bersalah oleh pengadilan karena kasus menggondol uang yang bukan haknya.

Kemudian Ismeth Abdullah juga tersandung kasus korupsi dalam pengadaan mobil kebakaran (damkar) ketika menjabat sebagai Ketua Otorita Batam. Saat ini Gubernur pertama Kepri ini sudah dijadikan tersangka oleh KPK. Dan rakyat Kepri sedang dag-dig-dug menunggu keputusan selanjutnya. Apakah bakal mendekam di penjara atau terlepas dari dakwaan

Untuk itu sudah seharusnya para calon gubernur Kepri visi dan misinya harus realistis dan tidak menghembuskan angin surga. Visi misinya jangan dijadikan sebagai lipstik semata untuk menggoda masyarakat agar memilihnya.

Rakyat Kepri tidak terlalu membutuhkan program kerja yang njlimet dan disusun dengan gaya bahasa yang terkesan intelek, namun yang terpenting adalah sang pemimpin mampu menterjemahkan programnya sesuai dengan harapan masyarakat

Muhammad Yunus membahasakan “Apa hebatnya teori-teori rumit itu manakala orang-orang tengah sekarat kelaparan di trotoar dan emperan seberang ruang kuliah tempat saya mengajar? Kuliah-kuliah saya menjadi seperti film-film Amerika di mana orang baik selalu menang. Tetapi begitu saya keluar dari kenyamanan ruang kelas, saya dihadapkan pada realitas yang berlangsung di jalanan kota. Di sini orang-orang baik dihajar dan terhempas tanpa ampun. Kehidupan sehari-hari semakin memburuk dan yang miskin jadi bertambah miskin” (Muhammad Yunus: Bank Kaum Miskin: 2: 2007)

Parpol Tak Boleh Diam
Untuk bisa mengawal menuju kondisi yang ideal tentu tidak cukup dipikul oleh pihak eksekutif (baca: Gubernur dan Wakilnya) saja. Para anggota legislatif pun memilki tanggung jawab yang besar dalam mengawal proses recovery provinsi ini

Terlepas adanya unsur kepentingan politik, para anggota legislatif DPRD Kepri harus mulai belajar memainkan politik seperti yang ada di DPR RI. Di mana dinamisasi politik benar-benar terjadi. Contohnya dalam kasus Bank Century sebagaian besar fraksi justru berseberangan dengan partai pemerintah. Tak terkecuali partai yang masuk dalam koalisi bersama SBY-Boediono

Untuk itu partai politik sebagai rumah pengkaderan harus mampu melahirkan kader-kader yang brialian dan pro rakyat serta komit dengan garis perjuangannya, sehingga fungsi kontrol anggota dewan dan fungsi penganggaran kegiatan pemerintahan tidak melulu berbau transaksi politik, namun dikembalikan bagi kepentingan yang lebih luas, yaitu untuk kepentingan rakyat banyak

Partai koalisi di pusat yang memilki menteri di kabinet saja berani, maka seharusnya partai koalisi di Kepri yang sering diibaratkan pendorong mobil mogok harus lebih “berani” mendobrak dalam membongkar berbagai penyimpangan yang terjadi agar provinsi Kepri semakin baik. Dan bagi partai non koalisi tentu harus tampil lebih “ganas”

Tentu eksekutif dan legislatif saja belum cukup untuk mengawal perbaikan. Satu lagi peranan yudikatif sebagai unsur trias politica juga dituntut untuk bekerja profesional. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah fungsi media dan masyarakat dalam mengawal provinsi ini lebih sejahtera. Jika elemen di atas mampu bersinergi, maka rakyat Kepri memiliki Gubernur rakyat sejati bukan impian. Wallahua’lam.

*. Diterbitkan di Harian Sijori Mandiri, Rabu 17 Februari 2010
http://sijorimandiri.net/fz/index.php?option=com_content&task=view&id=15773&Itemid=49

Selengkapnya...

Kamis, 04 Februari 2010

Huzrin Hood dalam Analisa SWOT


Saat opini ini ditulis, kandidat yang sudah mendeklarasikan diri secara resmi untuk berlaga di Pilgub Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) “baru” empat orang. Mereka adalah Aida Ismeth, Nyat Kadir, M. Sani dan Huzrin Hood

Khusus untuk Huzrin Hood, namanya di belantika perpolitikan Kepri santer dibicarakan bukan hanya kali pertama ini saja. Saat provinsi ini menggelar hajatan pilgub 2005 lalu pun nama Pembina Gerak Keris (Gerakan Rakyat Kepulauan Riau Sukses) ini sudah mencuat di permukaan

Keberadaan Huzrin tentu tidak bisa dipandang remeh oleh rivalnya yang lain. Sebelum gong tanda pertarungan antar pasangan cagub dan cawagub ditabuh, setiap kandidat pasti berkeyakinan merakalah yang akan mendapat suara rakyat terbanyak. Dan mantan Bupati Kepulauan Riau (Bintan) ini memiliki beberapa kekuatan (strengths) dan juga sekaligus peluang (opportunities) yang melekat

Modal positif pertama yang dimiliki Huzrin adalah modal sejarah. Adalah sesuatu yang tidak bisa dipungkiri bahwa Huzrin adalah satu-satunya kandidat yang memiliki modal sejarah terkuat dalam proses terbentuknya provinsi Kepri. Lewat tangan dinginnya, Riau sebagai “ibu kandung” Kepri harus rela melepaskan “anak kesayangannya” untuk hidup mandiri

Keberadaan Huzrin sebagai tokoh sentral pembentukan Provinsi Kepri pun diketahui publik Kepri sebagai orang yang “berdarah-darah” dalam memperjuangkan terwujudnya Provinsi Kepri. Bahkan dia harus rela membayar mahal dengan masuk jeruji besi dan juga membayar ganti sampai milyaran rupiah jumlahnya

Kemudian modal lainnya adalah,“klan” yang berpengaruh. Dalam pengetahuan penulis, setidaknya “klan” Dahlan Hood di Kepri memiliki tiga orang yang cukup berpengaruh. Selain Huzrin Hood sendiri, juga ada Hardi Hood dan juga Huznizar Hood. Tiga kekuatan itu bisa menjadi “trisula” Kepri yang cukup ampuh untuk menancapkan pengaruhnya merebut suara pasar

Apalagi faktor ketokohan dalam perpolitikan Indonesia masih sangat mujarab dalam mensukseskan seorang calon yang digadang-gadang. Huznizar dikenal sebagai seniman sekaligus politisi. Saat ini tercatat sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Tanjungpinang
Sedang Hardi Hood pada pemilu 2009 lalu berhasil menduduki kursi Dewan Perwakilan Daerah mewakili Kepri

Prestasi ini tentu dapat dijadikan modal yang signifikan bagi Huzrin untuk melancarkarkan strateginya. Apalagi eksistensi Hardi Hood saat mengikuti kompetisi senator, lumbung suaranya didapat dari basis suara kantong-kantong anggota DPD periode 2004-2009, termasuk salah satunya adalah suara Aida. Pendek kata Hardi Hood mampu “mencuri” suara kandidat yang saat ini menjadi pesaing abangnya di pentas pilgub

Selanjutnya adalah mesin yang sudah panas. Jauh sebelum Pilgub Kepri gegap gempita dengan bermunculan para tokoh yang mendeklarasikan diri, Huzrin Hood melalui Gerak Keris sudah menggempur wilayah Kepri. Meski termasuk orang yang terakhir dalam melakukan deklarasi, namun tim suksesnya jauh-jauh hari sudah bekerja over time. Namun terkait dengan ampuh atau tidaknya mesin Gerak Keris, penulis belum pernah melakukan survey

Masih Banyak Hambatan
Namun “investasi” yang dimiliki Huzrin tidak serta merta akan membuat jalannya menuju kursi Kepri satu mulus. Dalam pengamatan penulis, Huzrin juga masih memiliki berbagai kelemahan (weaknesses). Tentu kelemahan yang dimilikinya bisa mengancam impiannya merebut singgasana yang dicita-citakan

Pertama, stigma koruptor. Saat wacana reformasi diusung dengan ditandai tumbangnya rezim Soeharto lebih dari sepuluh tahun lalu, setidaknya terdapat enam agenda yang harus dihilangkan dari bumi Indonesia. Salah satu agendanya adalah pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)

Mantan narapidana mendapat tempat buruk di mata masyarakat. Apalagi jika masuk hotel prodeo lantaran terkena kasus korupsi. Dan kenyataannya Huzrin sebagaimana dalam orasinya adalah seorang mantan napi yang dipersalahkan melakukan tindakan korupsi sebesar Rp. 3.456.789.000 dan dihukum dua tahun penjara serta mengembalikan uang negara dengan angka yang sama

Huzrin pun mengakui dalam posisi yang penuh tanya. Dalam pidato deklarasinya Huzrin mengatakan, “Saya sangat menyadari pula saat ini banyak mata sedang tertumpu memandang diri saya, mereka semua bertanya : layakkah saya seorang napi dicalonkan oleh partai untuk menjadi calon gubernur? Layakkah saya seorang napi dicalonkan sebagai calon gubernur dipandang secara administratif oleh Mahkamah Konstitusi? Layakkah saya seorang napi dicalonkan sebagai calon gubernur dipandang secara administratif oleh KPU? Atau layakkah saya seorang napi dicalonkan sebagai calon gubernur dipandang oleh saudara?

Kedua, isu lokal. Dalam wawancaranya dengan salah satu televisi lokal, Huzrin mengatakan bahwa ia berkeinginan untuk mendapatkan pendamping dari unsur TNI/Polri karena dirinya merasa lemah dalam hal administrasi. Selain itu, ia juga berharap mendapatkan pasangan dari birokrat yang berasal dari anak tempatan

Bagi penulis, isu primordial memang bisa dipoles menjadi jualan yang menarik. Namun untuk Pilgub Kepri 2010 sepertinya isu anak tempatan dan non tempatan justru terlihat eksklusif. Apalagi mengingat jumlah populasi terbesar di Kepri adalah Batam (50-60 persen) dan penduduknya dari berbagai macam suku (heterogen).

Apalagi tiga kandidat lainnya juga berasal dari Kepri. Tentu mereka juga akan all out untuk mempertahankan dominasi pengaruhnya. Ditambah lagi, Aida meski bukan asli berdarah Kepri, namun aksesnya sudah cukup besar untuk mendulang dari suara orang-orang tempatan

Ketiga, salah slogan. Penulis sampai saat ini belum mengetahui apa maksud di balik slogan Huzrin Hood. Berkali-kali Huzrin “bangga” jika dia adalah “alumni” Lembaga Pemasyarakatan. Bahkan judul pidato deklarasinya pun berbunyi “Seorang Mantan Napi Menuju Kursi Gubernur Kepri”

Dan lagi, di akhir penutupannya ia pun berpantun: Ke Sukamiskin sudah ke Cipinang sudah. Meringkuk dingin berbatas terali. Berjuang sudah, dipenjara sudah. Izinkan saya menjadi gubernur Kepri

Menurut penulis, sel, penjara, jeruji besi dan hotel prodeo adalah imej yang buruk. Parahnya ia dipenjara karena terbukti bersalah karena kasus korupsi. Namun terlepas dari kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh Huzrin, kembali kepada rakyatlah sebagai pemilik suara. Ke manakah mereka akan melabuhkan pilihannya agar provinsi ini memiliki gubernur yang lebih baik? Wallahua’lam

*. Diterbitkan di Harian Sijori Mandiri, Kamis, 4 Februari 2010
http://sijorimandiri.net/fz/index.php?option=com_content&task=view&id=15533&Itemid=49

Selengkapnya...

Rabu, 27 Januari 2010

Meneropong Aida dengan SWOT

Senin (25/1) Sijori Mandiri di head line-nya memberitakan terkait ketatnya persaingan antar beberapa calon kandidat gubernur Kepulauan Riau (Kepri) yang sudah mendeklarasikan diri untuk berlaga di pilkada Kepri 2010. Mereka adalah Aida Zulaikha Nasution (Aida Ismeth), Huzrin Hood, M. Sani dan Nyat Kadir

Memang mendekati pesta demokrasi, peta perpolitikan di Kepri semakin seru. Ahad (10/1) menjadi babak baru proses Pilgub Kepri. Hal ini ditandai dengan statement dua kandidat Gubernur Kepri, Nyat Kadir dan Aida Ismeth yang secara resmi siap untuk memimpin provinsi termuda ini. Disusul kemudian di lain hari pendeklarasian M. Sani dan juga kesiapan secara resmi Huzrin Hood

Yang menjadi jauh lebih menarik bagi pepenulis adalah tentang pernyataan kesiapan dari Aida Ismeth. Ternyata the first lady Kepri ini akhirnya secara resmi “terusik” untuk menggantikan Ismeth Abdullah manakala suaminya berhalangan maju bertarung di bursa pilgub. Bahkan kesediaannya ini diulangi kembali di GOR Kacapuri, Tanjungpinang pada Ahad (24/1)

Dalam orasinya Aida mengatakan siap mencalonkan diri sebagai gubernur karena adanya suasana politik di Kepri yang kurang baik. Di mana ada oknum-oknum tertentu yang dengan berbagai upaya berusaha menjegal suaminya, Ismeth Abdullah, agar tidak bisa maju lagi. "Saya menyatakan siap maju” (Sijori Mandiri, 24/1)

Kesiapan Aida untuk berlaga di pilgub tentu sudah dikalkulasikan dengan matang. Realitanya, Aida sudah teruji secara politik. Aida sudah terbukti menjadi Anggota Dewan Perwakilan Daaerah (DPD) mewakili Kepri dua kali berturut-turut dengan jumlah perolehan suara terbanyak. Apalagi sosok suaminya sebagai Gubernur membuat dirinya memiliki akses yang signifikan dalam merangsak masuk ke kantong-kantong suara masyarakat

Dalam survey yang dilakukan oleh Centre for Strategic Policy and Studies (CSPS) Batam pada tahun lalu, tingkat keterkenalan Aida berada pada “nomor cantik”. Modal lainnya adalah Ismeth Abdullah dikenal memiliki visi dan juga nilainya positif di mata masyarakat. Dengan harapan mendapat “durian runtuh” dari kharisma suaminya itulah yang menjadikan seorang Aida Ismeth layak diperhitungkan untuk menduduki tahta tertinggi Provinsi Kepri

Kelemahan dan Ancaman

Namun modal yang dimiliki Aida belum cukup, karena politik bukanlah ilmu matematika. Meskipun Aida mengklaim antara Ismeth Abdullah dan dirinya merupakan satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan dan diantara keduanya bisa saling mengisi dan mewakili satu sama lainnya, namun realitanya Aida tetaplah Aida. Aida bukanlah seorang Ismeth Abdullah.

Hal ini terbukti nama Aida kurang terlalu menjual di mata parpol besar (PD, P. Golkar dan PKS). Yang ada jutru sebaliknya, meski sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran (damkar), nama Ismeth masih digadang-gadang oleh parpol besar. Praktis hanya PDIP yang tidak menyertakan namanya dalam bursa pilgub.

Namun akibat kasus hukum yang melilit Gubernur pertama Kepri ini, membuat Ismeth ragu untuk berlaga untuk kedua kalinya. Padahal “ketidakberanian” Ismeth maju mempertahankan kursi “BP 1” justru mengundang tanda tanya yang berakibat negatif terhadap pencalonan istrinya. Selain itu ada beberapa kelemahan pada kandidat ini

Pertama, stigma koruptor. Meski belum dinyatakan bersalah oleh pengadilan, namun manakala tidak mencalonkan diri, maka “hukum masyarakat” akan mempercayai bahwa Ismeth Abdullah memang benar terlibat kasus korupsi damkar. Presumption of innocent hanya berlaku di tataran hukum formal, namun pada level “hukum masyarakat” yang ada adalah justifikasi.

Kedua, kapabilitas. Ketika Ismeth duduk sebagai caretaker Gubernur Kepri sampai menjelang masa akhir jabatannya sekarang, pencapaian kinerja APBD Kepri selalu meningkat dari tahun ke tahun. Di tahun awal APBD Kepri dalam kisaran ratusan milyar, namun pada 2010 nilai APBD mencapai 1,8 trilyun.

Kinerja di atas menunjukan Ismeth memiliki kapabilitas yang tidak diragukan dalam melobi pusat. “kehebatan” Ismeth menurut penulis justru menjadi beban bagi Aida, apakah mampu mengungguli kelihaian suaminya dalam mengurus provinsi ini?

Ketiga, perolehan suara menurun. Meski masih tercatat sebagai peraih suara terbanyak dalam menduduki kursi Anggota DPD mewakili Kepri pada pileg 2009, suara Aida Ismeth menurun signifikan dibanding dengan suaranya ketika ikut berlaga di pileg 2004.
Apalagi jika dikomparasikan dengan kemenangan pasangan Ismeth-Sani terhadapa rival-rivalnya dalam pilgub 2005 tidak terlalu lebar. Dan kenyataannya, pesaing terberat Ismeth untuk pilgub 2010 juga sudah mendeklarasikan untuk ikut berlaga kembali di pilgub Kepri 2010

Keempat, isu gender. Isu ini juga dapat dijadikan komoditi politik untuk menjatuhkan Aida beserta pasangannya. Dalam pengamatan penulis, tidak ada gubernur perempuan yang terpilih dari awal melalui jalur demokrasi murni (baca: pemilihan langsung). Ratu Atut Chosiyah misalnya, menjadi Gubernur Banten berawal dari pejabat sementara atau caretaker.

Aral lainnya, tipologi masyarakat lebih nyaman dipimpin oleh laki-laki daripada perempuan. Apalagi bagi kalangan muslim, perdebatan boleh tidaknya seorang perempuan menjadi pemimpin masih menjadi perdebatan meskipun sudah semakin mengecil

Namun yang pasti, terkait kesiapan Aida Ismeth memang merupakan hak berdemokrasi. Apalagi beliau memiliki modal yang cukup untuk beradu keberuntungan menjadi “ratu” pertama di Kepri, sebagaimana yang dinyatakan olehnya “Bahwa elaborasi demokratisasi terbuka bagi setiap anak bangsa tanpa disepakati oleh aspek apapun”.

Meski perlu perjuangan ekstra keras, peluang menjadi gubernur perempuan pertama di Kepri masih terbuka lebar. Apalagi meski menjadi tantangan, keberadaan penduduk Kepri yang mayoritas perempuan jika bisa “dikondisikan” akan berubah menjadi kekuatan yang dahsyat. Kita tunggu saja. Wallahu’alam

*. Diterbitkan di Harian Sijori Mandiri, 27 Januari 2010



Selengkapnya...