Selasa, 01 April 2008

Konversi MT Ke G, Bener Tuh?

Untuk membuka postingan di bulan April, saya sengaja tidak mengupas tentang April Mop, karena selain tidak islami tur tidak membumi. Juga sebagian pengunjung blog ini sudah terlalu cerdas untuk memahami sesuatu yang berkaitan dengan budaya yang gak jelas itu.

Postingan kali ini tentang konversi minyak tanah ke gas yang masih saja menuai kontroversi. Saya adalah bagian warga negara yang tidak setuju apabila program di atas dipercepat implementasinya dari 6 tahun menjadi 4 tahun saja. Sehingga secara otomatis, tahun 2011 nanti seluruh rumah tangga sudah melakukan penggantian bahan bakar (fuel switching) terutama dari minyak tanah ke gas elpiji.

Ketidak setujuan saya terhadapa transisi energi ini pun tidak datang begitu saja, namun berdasarkan realita masyarakat (terutama) perekonomiannya semakin “senin-kamis”. Untuk menyelami lebih dalam, saya punya cerita nyata.

Persis Senin menjelang maghrib kemarin (31/3), istri saya cerita kalau gas habis. Ba’da isya saya memesan gas via handphone. Seperti biasa harga (alhamdulillah) belum naik, masih Rp. 75.000;- (NB: bukan Pertamina). Namun ketika selang dimasukan ternyata kepala selang ada masalah. Dan sampai pagi kami tidak bisa menghidupkan kompor.

Karena agar dapur benar-benar bisa ngebul, paginya (hari ini) setelah antar istri kerja, saya langsung beli kepala selang. Saya terkaget-kaget ternyata untuk sebuah kepala selang harganya sampai Rp. 50.000;-. Memang ada sih yang lebih murah, tapi kualitasnya tanda tanya.

Saya langsung connect, bagaimana jika konversi minyak ke gas benar-benar diwujudkan secara nasional- sekedar informasi aksi bagi-bagi tabung gas belum menular ke Batam- Saya khawatir justru sebagian besar masyarakat akan menderita penyakit busung lapar karena tidak kuat membeli gas. Bayangkan saja, untuk kepala selangnya saja 50 ribu!. Saya juga khawatir jangan-jangan tabung gas yang sudah dibagi-bagikan pemerintah kelak masyarakat akan beramai-ramai menjual kompor dan tabung gas yang telah dibagi untuk membeli makanan.

Pemerintah memiliki argumen yang mendukung program konversi ke elpiji. Bagi pemerinyah, langkah ini dapat menghemat subsidi bahan bakar minyak senilai Rp. 22 triliun per tahun, perusahaan lama dan baru (terkait elpiji) akan berkembang, sedangkan tiap kepala keluarga bisa menghemat belanja senilai Rp20.000 hingga Rp25.000 per bulan (Antara).

Tetapi logika penghematan ini agak sulit dipahami. Kenyataannya masyarakat masih rela antri berjam-jam “hanya” untuk mendapatkan lima liter. Bagi mereka kenaikan harga minyak tanah dari waktu ke waktu (walaupun masih disubsidi) sangat memberatkan mereka. Apalagi jika harus dipunahkan subsidinya? Ringkasnya, masyarakat sangat sensitif terhadap harga sebab penghasilan mereka seringkali tak menentu. Wallahua’lam

4 komentar:

ngadmin mengatakan...

hi..hi..hi mudah2an nanti perekonomian di Indonesia taon 2011nanti akan sudah lebih maju pa'e, jadi bangsa indonesia ini ga perlu mikirin subsidi lagi hidupnya udah sukses smua..Amiin

Anonim mengatakan...

Aslkm.......piye kabare mas ?

di pekanbaru gas susah nyarinya mas,...disamping susah juga mahal..

2009..HNW jadi presiden Insya Allah...dan 2011, bisa jadi Pak Ria jadi Wako Batam..dan antum jadi ketua DPRD-nya.......hehehe..

Anonim mengatakan...

amin :-)
aku ngaminin aja deh

tapi emang bener lho
waktu kos dulu, aku pake kompor gas portable, meski jauh lebih boros, tapi ga ribet, gas abis tinggal beli lagi yang kayak tabung pilox itu lho....

nah kemaren suamiku beliin kompornya doang, tinggal nyari selang dan tabungnya, betapa kagetnya diriku waktu tahu harga tabung gas 12 kg 650 ribu !! dan selangnya 75 ribu ! ck ck ck emang segitu ya ? :D

maklum, kagak tau gw, akhirnya sementara dipending dulu beli tabung gas yang gedhe, pake yang dari pemerintah dulu aja, nabung dulu buat beli gas
hehehehe

sayurs mengatakan...

ya kaya kuwe sing ngakune dadi pimpinan adil, apa ora njelehi, iya ?
:D