Kamis, 18 Februari 2010

Menanti Gubernur Rakyat Sejati

Tahapan Pemilihan Gubernur Kepri 2010 terus berjalan. Meski masih terkesan wait and see, namun yang jelas dalam satu bulan ke belakang, media lokal di Kepri, tak terkecuali Sijori Mandiri terus mengulas pemberitaan terkait hajatan lima tahunan untuk memilih pemimpin tertinggi di provinsi termuda ini. Bahkan intensitas pemberitaannya kian meninggi dari hari ke hari.

Saat ini sudah terdapat empat kandidat yang sudah mendeklarasikan sebagai calon orang nomor satu di Kepri. Mereka adalah Aida Ismeth, Nyat Kadir, Muhammad Sani dan Huzrin Hood. Selain empat nama di atas, masih ada calon yang santer diwartakan, yaitu Ismeth Abdullah. Sosok incumbent yang keberadaannya sangat diperhitungkan oleh rival-rivalnya yang lain

Isu lainnya yaitu keinginan dari kader-kader parpol agar kader terbaiknya masuk dalam salah satu bagian calon pemilik kursi eksekutif. Awal mula suara kader parpol menjadi bagian calon eksekutif datang dari PDIP. Kemudian disusul PAN dan kemudian Partai Demokrat. Tak ketinggalan juga kader PKS yang tidak ingin partainya menjadi perahu politik saja oleh kandidat yang sedang berlaga

Ibarat sebuah perang besar, semua kandidat dan parpol saat ini sedang mengatur strategi dan menggalang kekuatan untuk meraih predikat the champion. Dalam ranah politik hal itu adalah suatu “kewajaran”. Itu semua adalah bagian dari mempersiapkan target yang sudah dicita-citakan. Karena kemenangan adalah sebuah hasil perjuangan yang biasa dinanti-nantikan oleh siapapun.

Pandangan Mata Cacing
Masalah kemiskinan memang masih menjadi problem prioritas. Namun anehnya pemerintah, baik pusat sampai daerah dalam menyoroti realitas kemiskinan masih sebatas dengan angka statistik yang datanya tidak membumi. Kekuasaan terlalu sering meributkan angka kemiskinan turun atau naik pada setiap tahun, namun tidak memberikan solusi yang tepat

Penulis anjurkan kepada siapapun yang terpilih menjadi gubernur Kepri nanti, agar dapat mengambil semangat dari apa yang diejawantahkan oleh Muhammad Yunus. Pria Bangladesh ini adalah penerima Nobel Perdamaian pada tahun 2006. Dengan bendera Grameen Bank ia menunjukan gebrakan yang maha berani dalam memberikan kepercayaan luar biasa kepada kaum miskin dengan memberikan kredit mikro.

Selain itu Muhammad Yunus senantiasa mengobarkan semangat untuk mensejahterakan dan memberdayakan masyarakat miskin dengan membela hak-hak mereka, melawan kelambanan birokrasi dan kesewenang-wenangan para borjuis dan kekakuan agamawan.

Kenapa ia begitu berani mengambil kebijakan langka tersebut? Karena ia memahami moto hidupnya “Saat anda menggenggam dunia di tangan anda dan mengamatinya dari atas laksana burung, anda cenderung menjadi arogan. Anda tidak menyadari bahwa segala sesuatunya menjadi buram jika dipandang dari jarak yang jauh. Sebaliknya, jika saya memilih “pemandangan mata cacing”, saya harap bila saya mempelajari kemiskinan dari jarak dekat, saya akan memahaminya dengan lebih tajam

Selama ini gubernur kita masih mengadopsi filosofi burung, mengamati persoalan rakyatnya “cukup” dari atas. Turun ke masyarakat pun sekedar ceremony, bukan mengendus permasalahan yang dialami oleh masyarakatnya. Paling hanya sebagai Sinterklas yang membagi-bagikan pundi-pundi APBD untuk membantu masyarakat melalui rumah ibadah, bedah rumah dan beberapa agenda yang terinspirasi dari acara reality show di televisi

Padahal siapapun yang terpilih, apakah dari kalangan parpol atau birokrat manakala mampu mengaplikasikan pandangan mata cacing, maka dapat merubah kondisi ke arah yang lebih baik. Jika seorang Muhammad Yunus (bersama Grameen Bank) saja mampu membalikan keadaan, maka Gubernur Kepri terpilih tentu kesempatannya jauh lebih memadai untuk menciptakan kesejahteraan warganya, karena gubernur memiliki otoritas dan perangkat-perangkat lain yang sangat menunjang

Visi Bukan Lipstik

Pemberantasan Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) adalah salah satu agenda reformasi yang terjadi sudah dari satu dekade. Pasca reformasi, isu anti korupsi menjadi jualan yang sangat menarik bagi setiap kandidat yang akan berlaga memperebutkan jabatan politik (eksekutif dan legislatif)

Ketika masa kampanye para calon akan memaparkan visi dan misinya. Tentu visi dan misi anti korupsi pun menjadi agenda utama yang tidak terlupakan. Namun ketika menjabat komitmen yang sudah terlanjur dicatat Malaikat dan rakyat terlalu cepat dilupakan. Sehingga munculah para mantan petinggi satu demi satu masuk bui lantaran khianat dengan rakyatnya

Provinsi Kepri sekarang pun sudah tertampar dengan prilaku korupsi yang dilakukan oleh pemimpinnya sendiri. Hamid Rizal dan Daeng Rusnandi adalah dua petinggi yang sudah dinyatakan bersalah oleh pengadilan karena kasus menggondol uang yang bukan haknya.

Kemudian Ismeth Abdullah juga tersandung kasus korupsi dalam pengadaan mobil kebakaran (damkar) ketika menjabat sebagai Ketua Otorita Batam. Saat ini Gubernur pertama Kepri ini sudah dijadikan tersangka oleh KPK. Dan rakyat Kepri sedang dag-dig-dug menunggu keputusan selanjutnya. Apakah bakal mendekam di penjara atau terlepas dari dakwaan

Untuk itu sudah seharusnya para calon gubernur Kepri visi dan misinya harus realistis dan tidak menghembuskan angin surga. Visi misinya jangan dijadikan sebagai lipstik semata untuk menggoda masyarakat agar memilihnya.

Rakyat Kepri tidak terlalu membutuhkan program kerja yang njlimet dan disusun dengan gaya bahasa yang terkesan intelek, namun yang terpenting adalah sang pemimpin mampu menterjemahkan programnya sesuai dengan harapan masyarakat

Muhammad Yunus membahasakan “Apa hebatnya teori-teori rumit itu manakala orang-orang tengah sekarat kelaparan di trotoar dan emperan seberang ruang kuliah tempat saya mengajar? Kuliah-kuliah saya menjadi seperti film-film Amerika di mana orang baik selalu menang. Tetapi begitu saya keluar dari kenyamanan ruang kelas, saya dihadapkan pada realitas yang berlangsung di jalanan kota. Di sini orang-orang baik dihajar dan terhempas tanpa ampun. Kehidupan sehari-hari semakin memburuk dan yang miskin jadi bertambah miskin” (Muhammad Yunus: Bank Kaum Miskin: 2: 2007)

Parpol Tak Boleh Diam
Untuk bisa mengawal menuju kondisi yang ideal tentu tidak cukup dipikul oleh pihak eksekutif (baca: Gubernur dan Wakilnya) saja. Para anggota legislatif pun memilki tanggung jawab yang besar dalam mengawal proses recovery provinsi ini

Terlepas adanya unsur kepentingan politik, para anggota legislatif DPRD Kepri harus mulai belajar memainkan politik seperti yang ada di DPR RI. Di mana dinamisasi politik benar-benar terjadi. Contohnya dalam kasus Bank Century sebagaian besar fraksi justru berseberangan dengan partai pemerintah. Tak terkecuali partai yang masuk dalam koalisi bersama SBY-Boediono

Untuk itu partai politik sebagai rumah pengkaderan harus mampu melahirkan kader-kader yang brialian dan pro rakyat serta komit dengan garis perjuangannya, sehingga fungsi kontrol anggota dewan dan fungsi penganggaran kegiatan pemerintahan tidak melulu berbau transaksi politik, namun dikembalikan bagi kepentingan yang lebih luas, yaitu untuk kepentingan rakyat banyak

Partai koalisi di pusat yang memilki menteri di kabinet saja berani, maka seharusnya partai koalisi di Kepri yang sering diibaratkan pendorong mobil mogok harus lebih “berani” mendobrak dalam membongkar berbagai penyimpangan yang terjadi agar provinsi Kepri semakin baik. Dan bagi partai non koalisi tentu harus tampil lebih “ganas”

Tentu eksekutif dan legislatif saja belum cukup untuk mengawal perbaikan. Satu lagi peranan yudikatif sebagai unsur trias politica juga dituntut untuk bekerja profesional. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah fungsi media dan masyarakat dalam mengawal provinsi ini lebih sejahtera. Jika elemen di atas mampu bersinergi, maka rakyat Kepri memiliki Gubernur rakyat sejati bukan impian. Wallahua’lam.

*. Diterbitkan di Harian Sijori Mandiri, Rabu 17 Februari 2010
http://sijorimandiri.net/fz/index.php?option=com_content&task=view&id=15773&Itemid=49

Tidak ada komentar: