Kamis, 04 Februari 2010

Huzrin Hood dalam Analisa SWOT


Saat opini ini ditulis, kandidat yang sudah mendeklarasikan diri secara resmi untuk berlaga di Pilgub Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) “baru” empat orang. Mereka adalah Aida Ismeth, Nyat Kadir, M. Sani dan Huzrin Hood

Khusus untuk Huzrin Hood, namanya di belantika perpolitikan Kepri santer dibicarakan bukan hanya kali pertama ini saja. Saat provinsi ini menggelar hajatan pilgub 2005 lalu pun nama Pembina Gerak Keris (Gerakan Rakyat Kepulauan Riau Sukses) ini sudah mencuat di permukaan

Keberadaan Huzrin tentu tidak bisa dipandang remeh oleh rivalnya yang lain. Sebelum gong tanda pertarungan antar pasangan cagub dan cawagub ditabuh, setiap kandidat pasti berkeyakinan merakalah yang akan mendapat suara rakyat terbanyak. Dan mantan Bupati Kepulauan Riau (Bintan) ini memiliki beberapa kekuatan (strengths) dan juga sekaligus peluang (opportunities) yang melekat

Modal positif pertama yang dimiliki Huzrin adalah modal sejarah. Adalah sesuatu yang tidak bisa dipungkiri bahwa Huzrin adalah satu-satunya kandidat yang memiliki modal sejarah terkuat dalam proses terbentuknya provinsi Kepri. Lewat tangan dinginnya, Riau sebagai “ibu kandung” Kepri harus rela melepaskan “anak kesayangannya” untuk hidup mandiri

Keberadaan Huzrin sebagai tokoh sentral pembentukan Provinsi Kepri pun diketahui publik Kepri sebagai orang yang “berdarah-darah” dalam memperjuangkan terwujudnya Provinsi Kepri. Bahkan dia harus rela membayar mahal dengan masuk jeruji besi dan juga membayar ganti sampai milyaran rupiah jumlahnya

Kemudian modal lainnya adalah,“klan” yang berpengaruh. Dalam pengetahuan penulis, setidaknya “klan” Dahlan Hood di Kepri memiliki tiga orang yang cukup berpengaruh. Selain Huzrin Hood sendiri, juga ada Hardi Hood dan juga Huznizar Hood. Tiga kekuatan itu bisa menjadi “trisula” Kepri yang cukup ampuh untuk menancapkan pengaruhnya merebut suara pasar

Apalagi faktor ketokohan dalam perpolitikan Indonesia masih sangat mujarab dalam mensukseskan seorang calon yang digadang-gadang. Huznizar dikenal sebagai seniman sekaligus politisi. Saat ini tercatat sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Tanjungpinang
Sedang Hardi Hood pada pemilu 2009 lalu berhasil menduduki kursi Dewan Perwakilan Daerah mewakili Kepri

Prestasi ini tentu dapat dijadikan modal yang signifikan bagi Huzrin untuk melancarkarkan strateginya. Apalagi eksistensi Hardi Hood saat mengikuti kompetisi senator, lumbung suaranya didapat dari basis suara kantong-kantong anggota DPD periode 2004-2009, termasuk salah satunya adalah suara Aida. Pendek kata Hardi Hood mampu “mencuri” suara kandidat yang saat ini menjadi pesaing abangnya di pentas pilgub

Selanjutnya adalah mesin yang sudah panas. Jauh sebelum Pilgub Kepri gegap gempita dengan bermunculan para tokoh yang mendeklarasikan diri, Huzrin Hood melalui Gerak Keris sudah menggempur wilayah Kepri. Meski termasuk orang yang terakhir dalam melakukan deklarasi, namun tim suksesnya jauh-jauh hari sudah bekerja over time. Namun terkait dengan ampuh atau tidaknya mesin Gerak Keris, penulis belum pernah melakukan survey

Masih Banyak Hambatan
Namun “investasi” yang dimiliki Huzrin tidak serta merta akan membuat jalannya menuju kursi Kepri satu mulus. Dalam pengamatan penulis, Huzrin juga masih memiliki berbagai kelemahan (weaknesses). Tentu kelemahan yang dimilikinya bisa mengancam impiannya merebut singgasana yang dicita-citakan

Pertama, stigma koruptor. Saat wacana reformasi diusung dengan ditandai tumbangnya rezim Soeharto lebih dari sepuluh tahun lalu, setidaknya terdapat enam agenda yang harus dihilangkan dari bumi Indonesia. Salah satu agendanya adalah pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)

Mantan narapidana mendapat tempat buruk di mata masyarakat. Apalagi jika masuk hotel prodeo lantaran terkena kasus korupsi. Dan kenyataannya Huzrin sebagaimana dalam orasinya adalah seorang mantan napi yang dipersalahkan melakukan tindakan korupsi sebesar Rp. 3.456.789.000 dan dihukum dua tahun penjara serta mengembalikan uang negara dengan angka yang sama

Huzrin pun mengakui dalam posisi yang penuh tanya. Dalam pidato deklarasinya Huzrin mengatakan, “Saya sangat menyadari pula saat ini banyak mata sedang tertumpu memandang diri saya, mereka semua bertanya : layakkah saya seorang napi dicalonkan oleh partai untuk menjadi calon gubernur? Layakkah saya seorang napi dicalonkan sebagai calon gubernur dipandang secara administratif oleh Mahkamah Konstitusi? Layakkah saya seorang napi dicalonkan sebagai calon gubernur dipandang secara administratif oleh KPU? Atau layakkah saya seorang napi dicalonkan sebagai calon gubernur dipandang oleh saudara?

Kedua, isu lokal. Dalam wawancaranya dengan salah satu televisi lokal, Huzrin mengatakan bahwa ia berkeinginan untuk mendapatkan pendamping dari unsur TNI/Polri karena dirinya merasa lemah dalam hal administrasi. Selain itu, ia juga berharap mendapatkan pasangan dari birokrat yang berasal dari anak tempatan

Bagi penulis, isu primordial memang bisa dipoles menjadi jualan yang menarik. Namun untuk Pilgub Kepri 2010 sepertinya isu anak tempatan dan non tempatan justru terlihat eksklusif. Apalagi mengingat jumlah populasi terbesar di Kepri adalah Batam (50-60 persen) dan penduduknya dari berbagai macam suku (heterogen).

Apalagi tiga kandidat lainnya juga berasal dari Kepri. Tentu mereka juga akan all out untuk mempertahankan dominasi pengaruhnya. Ditambah lagi, Aida meski bukan asli berdarah Kepri, namun aksesnya sudah cukup besar untuk mendulang dari suara orang-orang tempatan

Ketiga, salah slogan. Penulis sampai saat ini belum mengetahui apa maksud di balik slogan Huzrin Hood. Berkali-kali Huzrin “bangga” jika dia adalah “alumni” Lembaga Pemasyarakatan. Bahkan judul pidato deklarasinya pun berbunyi “Seorang Mantan Napi Menuju Kursi Gubernur Kepri”

Dan lagi, di akhir penutupannya ia pun berpantun: Ke Sukamiskin sudah ke Cipinang sudah. Meringkuk dingin berbatas terali. Berjuang sudah, dipenjara sudah. Izinkan saya menjadi gubernur Kepri

Menurut penulis, sel, penjara, jeruji besi dan hotel prodeo adalah imej yang buruk. Parahnya ia dipenjara karena terbukti bersalah karena kasus korupsi. Namun terlepas dari kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh Huzrin, kembali kepada rakyatlah sebagai pemilik suara. Ke manakah mereka akan melabuhkan pilihannya agar provinsi ini memiliki gubernur yang lebih baik? Wallahua’lam

*. Diterbitkan di Harian Sijori Mandiri, Kamis, 4 Februari 2010
http://sijorimandiri.net/fz/index.php?option=com_content&task=view&id=15533&Itemid=49

Tidak ada komentar: