Jumat, 23 Januari 2009

Belajar Ketegaran dari Abu Ataya

Gaza – Infopalestina: “Aku bersumpah demi Allah, kami pasti akan mengusir mereka. Agresi ini akan kalah, Palestina terbebaskan dari laut hingga sungainya.” Kalimat ini meluncur dari lisan seorang warga Palestina Faur Abu Ataya saat duduk di atas puing reruntuhan rumahnya yang diratakan buldoser Zionis Israel di daerah al Fakhari di wilayah tenggara Khan Yunis, wilayah Jalur Gaza bagian selatan.

Tekad besar dan semangat yang tinggi tetap dia perlihatnya keskipun kondisi sangat sulit yang nampak pada dirinya. Dia hanya mengenakan pakaian yang hampir compang-camping. Namun dia meniupkan tekad pada semua pemilik rumah yang diratakan buldoseer-buldoser Zionis Israel yang jumlahnya mencapai 40 rumah di kawasan tersebut.

Meski penderitaan terus berlanjut akibat agresi Zionis Israel ketegaran tekadnya masih membara. Penderitaan itu tersirat pada raut muka Abu Ataya. Seperti kebanyakan warga Palestina lainnya, pada wajah lelaki usia 50 tahun tergambar di wajahnya peta agresi Israel yang meluluh-lantakkan semua yang ada hingga kelihatan sudah berusia kepala tujuh.

Ketika koresponden Infopalestina sampai di daerah tersebut, sebagai bagian dari kunjunganya melihat langsung wilayah-wilayah yang terpapar agresi Zionis Israel, Haji Abu Ataya segera mengeluarkan potongan kertas dari sakunya yang dia tulis pada buku sekolah anaknya yang paling besar, Yaser, yang dia ambil dari bawah puing reruntuhan. Dia mulai membaca isi kerta tersebut yang menegaskan bahwa agresi ini pasti kalah dan kebenaran pasti menang. Bahwa Palestina mulai dari luat hingga sungainya, dengan izin Allah, akan kembali, berkat keutamaan jihad orang-orang yang ikhlas dan jujur.

Dia berbicara dengan tekad kuat, keyakinan yang teguh, bahasa yang fasih dan penyampaikan yang penuh komitmen, yang mempertanyakan adakan orang yang menulis kalimat kecaman atas agresi Zionis Israel dan sikap dunia internasional.
Kira-kira dua setengah menit dia menyampaikan kata-kata penuh amarah, seraya tersenyum karena dia tahu bahwa orang yang mewancarainya mengira dia adalah orang awam. Bagaimana bisa menulis dan mengutarakan kalimat-kalimat bernas. Kemudian dia menjawab sendiri, “Saya adalah seorang guru bahasa Arab untuk pelajar SMU. Saya menyelesaikan studi saya di Universitas Kairo. Anda jangan tertipu oleh wajah tua saya. Puing reruntuhan rumah ini memantulkan ketuaan wajah saya ini.”

Dengan tatapan tajam ke arah wajah anaknya yang paling besar, Yaser, keduanya saling berbalas senyum, Abu Ataya mengatakan, “Saya akan mengirimnya ke Universitas Kairo untuk kuliah kedokteran.” Sang anak, yang sudah absent pada semester pertama kelas satu SMU, ini tersenyum. Sang Ayah menegaskan, “Yaser orangnya tekun dalam belajar. Dia selalu menjadi rangking di antara teman-temannya di sekolah. Sebentar lagi dia akan kembali belajar. Mimpin menjadi dokter masih menjadi obsesinya, betapapun penderitaan yang baru saja terjadi.”

Kembalinya Yaser bersama 5 saudarnya ke bangku sekolah jelas memerlukan semua kebutuhan sekolah baru mulai dari buku paket, buku catatan dan sebagiannya. Semua ini jelas membutuhkan dana tambungan yang dia simpan dari gajinya di saat kondisi normal, lantas bagaimana dengan kondisi darurat seperti saat ini.
Apalagi Abu Ataya kini sudah tidak punya sisa tabungan di bank, barang dagangan atau tanah yang bisa untuk memenuhi keingingan dia dan anaknya untuk melanjutkan studi kedokteran.

Namun laki-laki ini bertekad merancang untuk merealisasikan keinginannya pada anaknya, juga keinginan anaknya “Yaser yang sangat pintar” dan kuliah kedokteran di Kairo. “Kembalilah ke ini setelah lima tahun. Saya akan memberi kabar pada anda bahwa dia sudah duduk di bangku kedokteran Universitas Kairo di tengah-tengah rekan-rekannya. Ini adalah tantangan. Namun kemauan kami tidak bisa dihancurkan oleh tank-tank, pesawat-pesawat dan buldoser-buldoser yang meratakan sekitar 90 rumah penduduk di desa pertanian ini,” ungkap Abu Ataya dengan tekad yang mantap.

Saat koresponden Infopalestina menanyakan detail agresi Zionis Israel di wilayah tersebut, Abu Ataya mengatakan dia bersama seluruh tetangganya keluar dari rumah dengan baju yang melekat di badan dalam kondisi ketakutan dari meriam tank-tank yang menerjang rumah-rumah mereka secara tiba-tiba. Untuk memberikan jalan bagi tank-tank dan buldoser-buldoser untuk majud dari tengah-engah rumah-rumah penduduk yang dimusnahkan bersama penghuninya. “Kami tidak sempat mengambil baju atau makanan atau apapun sebelum meninggalkan rumah” tuturnya. Bekas baju tercabik-cabik di bawah puing reruntuhan rumah-rumah yang dihancurkan alat-alat perang Israel.

Abu Ataya bersama istri dan anak-anaknya, sejak rumahnya diratakan Israel menginap di rumah kerabatnya di desa yang selamat dari penghancuran Israel . Namun rumah itu itupun tidak luput dari terjangan meriam tank-tank Israel. “Suatu malam saya pergi ke rumah anak paman saya dan paginya saya kembli ke puing-puing rumah. Kami makan, minum dan bermimpi hidup enak, kedokteran dan insinyur bagi anak-anak kami di atas puing reruntuhan. Saya tidak tahu nasib mereka. Masa depan tidak jelas dan nasib masih belum diketahui.”

Abu Ataya adalah satu dari contoh warga Palestina yang sabar dan teguh mempertahankan tanahnya dan komitmen dengan jalan perlawanan meskipun agresi menghancur-leburkan apa yang ada. Namun dia mengajarkan kepada anaknya untuk mengibarkan slogan: lanjutkan hidup dan memori ini tidak pernah lupa dan tidak pula mengampuni. (seto)

Tidak ada komentar: