Kamis, 29 Oktober 2009

Bercak Merah SBY dan Kepercayaan Rakyat

Kepercayaan itu adalah barang yang sangat berharga. Begitu yang sering dinasehatkan orang kepada kita agar memahami arti pentingnya sebuah kepercayaan. Kepercayaan yang menggumpal itupun berganti menjadi sebuah harapan kepada orang yang dipercayanya mampu memberi solusi terbaik

Itulah yang dialami oleh rakyat Indonesia terhadap sosok SBY. Hasil kerjanya sebagai presiden pada periode 2004 – 2009 dinilai rakyat dengan tinta biru. Apalagi program andalannya semisal BLT menjadi “jualan” yang laris manis

Terang saja, bersama pasangan barunya (Boediono), SBY pada pilpres lalu mampu memboyong lebih dari 60 persen suara rakyat. Sebuah angka fantastis untuk mengamankan jabatannya cykyp dengan sekali putaran saja. Itu artinya, sebagian besar masyarakat sangat percaya dengan kharisma SBY. Harapan rakyat, SBY akan mampu bekerja lebih baik untuk kepentingan rakyat

Namun sepertinya rakyat jangan terlalu berharap lebih. Meski saat ini belum saatnya memuji atau mencela kepemimpinan SBY, namun setidaknya ada beberapa “bercak merah” yang sudah menempel pada sosok SBY ini. Bercak-bercak merah itu diantaranya adalah

Pertama, skandal century. Ingat, belum juga dilantik, citra SBY mulai digoyang dengan adanya skandal Century di mana dana talangan (bail out) sebesar 6,7 triliun mengalir deras ke Bank Century. Apalagi pasca Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy menyatakan skandal Bank Century tidak melawan hukum “bola”nya jadi semakin liar. Prasangka masyarakat menyimpulkan SBY melindungi Boediono semakin menguat

Kedua, kabinet terlalu akomodatif. Kemenangan 60 persen lebih idealnya SBY berani membentuk kabinet zaken. Namun kenyataannya sekitar 20 pos jabatan menteri dikendalikan oleh wakil parpol. Belum lagi wacana wakil menteri. Selain akan membebani kas Negara, juga keberadaannya masih belum diperlukan.

“Penunjukan wakil menteri dinilai sebagai sesuatu yang tidak perlu. Sebab, posisi itu tidak akan terlalu membawa banyak perbedaan. Termasuk jika dikaitkan dengan adanya beban pekerjaan yang lebih berat dibandingkan kementerian/departemen lain”.
Hal tersebut disampaikan oleh pengamat politik Universitas Indonesia Andrinof A Chaniago saat berbincang dengan INILAH.COM, di Jakarta, Senin (26/10). "Nggak diperlukan, karena tidak akan mengganggu urusan apapun kalau wakil menteri tidak ada," ujarnya.

Ketiga, wacana kenaikan gaji. Belum juga bekerja, Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi tengah mengajukan usulan kenaikan gaji bagi para pejabat negara, termasuk para menteri. Meski bukan merupakan usulan presiden langsung, namun telunjuk rakyat sudah menuding SBY lah yang harus bertanggung jawab karena SBY sebagai nakhodanya

"SBY sebagai nakhoda kena getahnya. Masyarakat akan ragu dengan komitmen SBY untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang diucapkan pada saat pelantikan," kata peneliti senior Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi saat berbincang dengan INILAH.COM, di Jakarta, Senin (26/10).

Keempat, intervensi KPK. Transkip rekaman rencana kriminalisasi terhadap pimpinan yang mencuat ternyata menyeret nama RI 1 (SBY). Padahal KPK saat ini bagi rakyat adalah lembaga terbaik. Sehingga apabila info yang beredar itu belum dipastikan kebenarannya, namun masyarakat terlebih dahulu “menelan” kabar tersebut

SBY adalah presiden yang sangat diuntungkan karena kharisma di mata rakyatnya. Namun apakah adanya bercak-bercak merah sebagian besar rakyat masih percaya dan berharap lebih kepadanya? Sebagai rakyat itulah yang diharapkan kepada pemimpinnya.



Tidak ada komentar: