Rabu, 21 Oktober 2009

Mau Zaken atau Akomodatif, Pokoknya Amanah!

Selesai sudah teka-teki besar yang selama ini menggelayuti pikiran masyarakat Indonesia. Para jurnalis pun sudah final dalam mengutak-atik kandidat menteri. Karena meski belum diputuskan secara resmi, proses uji kepatutan dan kelayakan yang ditunjukkan secara transparan membuat publik mengetahui siapa saja yang akan menjadi pembantu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama 5 tahun ke depan

Kemenangan pasangan SBY-Boediono saat pilpres lalu yang lebih dari 60 persen, ternyata tidak juga menghasilkan kabinet ahli (zaken cabinet). Terbukti SBY lebih memilih kabinet akomodatif, yaitu dengan menempatkan para profesional juga tetap banyak menyertakan orang-orang yang menjadi wakil dari partai politik (parpol)

Hasil kabinet kompromistis dalam KIB II ini memang sudah diprediksikan oleh banyak orang. Membentuk kabinet zaken di negeri ini adalah pilihan “rumit”. Apalagi kemenangan SBY secara de facto itu dipikul oleh banyak parpol yang memiliki kursi di parlemen (Partai Demokrat, PKS, PAN, PKB dan PPP). Itu belum termasuk “penumpang gelap” yang dua kali berturut-turut dimainkan oleh Partai Golkar

Ketidak beranian SBY dalam membentuk kabinet yang diisi mayoritas kaum profesional karena takut “dimusuhi” partai-partai politik yang mengikat diri dalam koalisi. Dan sebaliknya, jika seluruh jabatan menteri diisi oleh wakil parpol akan mendapat cibiran dari masyarakat

Idealnya, melihat kemenangan SBY-Boediono pada pilpres lalu, pilihan yang masuk akal adalah pemerintahan SBY akan membentuk kabinet zaken dengan mengambil unsur parpol secara minoritas. Namun yang terjadi adalah sekitar 20 nama dan jabatan menteri itu dikendalaikan oleh orang partai

Sehingga wajar, belum bertugas pun sudah banyak yang meragukan. Salah satunya pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens mencatat setidaknya ada enam pos menteri yang tidak pas. Yakni, pos Menko Ekuin yang bakal ditempati Hatta Rajasa, Menhub yang dijabat Freddy Numberi, Menhan yang diemban Purnomo Yusgiantoro, Menpora dengan Andi Mallarangeng, dan Mendagri yang dijabat Gubernur Sumbar Gamawan Fauzi (Batam Pos: 20 Oktober)

Namun nasi (hampir) menjadi bubur. Kabinet yang sudah diputuskan ternyata tidak (semuanya) sesuai dengan apa yang kita inginkan. Lepas dari belum adanya sikap plong dari masyarakat terhadap pilihan presiden, kita harus tetap mengedepankan sikap baik sangka terhadap sosok menteri-menteri yang sudah diputuskan tersebut

Harus Amanah
Dari Abu Dzar RA Ia berkata “saya bertanya, ‘Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak memberi jabatan kepadaku? Maka beliau menepuk bahuku, kemudian bersabda, ‘Wahai Abu Dzar, sungguh kamu seorang yang lemah, sedangkan jabatan adalah suatu kepercayaan, yang pada hari kiamat merupakan suatu kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi pejabat yang dapat memanfaatkan hak dan menunaikan dengan sebaik-baiknya. (HR. Muslim).

Ada ibrah (pelajaran) yang dapat kita petik dari hadits Rasulullah di atas. Pertama, Hadits di atas memberi gambaran bahwa sejatinya seorang pemimpin (baca: presiden) harus cermat dalam memilih para menteri-menterinya. Penunjukan menteri tidak hanya sebatas balas jasa, kekerabatan maupun pertemanan, namun pertimbangan utamanya lebih ditekankan pada sisi keahlian meski dari kalangan partai politik sekalipun.

Karena jabatan adalah amanah rakyat yang harus dipertanggung jawabkan di dunia sampai akherat, maka sudah selayaknya para menteri pilihan SBY harus orang-orang yang punya visi dan misi kuat, berani, dan bermental baja di samping jujur dan amanah.

Kedua, hadits tersebut juga mengingatkan kepada kita terutama yang di beri kepercayaan untuk mengemban amanat. Bahwa siapa saja yang mensia-siakan dan mengkhianati amanah akan mendapatkan kehinaan dan penyesalan yang besar tidak hanya di dunia bahkan sampai ke negeri akhirat.

Meski memilih menteri adalah hak prerogatif presiden, namun kabinet yang ada sekarang (kabinet akomodatif) tetaplah ada campur tangun parpol sebagai representasi politik parpol pendukung. Untuk itu semestinya parpol dalam menawarkan kadernya haruslah kader yang memiliki kecakapan dan harus rela di-reshuffle manakala tidak memenuhi kualifikasi.

Prof. Dr. Quraish Shihab dalam tafsirnya Al Misbah mengartikan Amanah adalah sesuatu yang di serahkan kepada pihak lain untuk di pelihara dan di kembalikan bila tiba saatnya atau bila di minta oleh pemiliknya. Amanah adalah lawan dari khianat. Ia tidak di berikan kecuali kepada orang yang di nilai oleh pemberinya dapat memelihara dengan baik apa yang di berikannya itu.

Menurut hemat penulis, kompetensi dan profesionalitas itu bukan monopoli orang-orang yang berada di luar partai politik saja. “Orang partai” juga bisa bersikap profesional, namun ada syarat yang harus dilalui, yaitu parpol harus mereformasi diri terlebih dahulu menjadi organisasi profesional yang diindikasikan dengan adanya kapabilitas dan amanah dari “jagoan” yang diberi tugas menjadi menteri

Kesimpulan
Suksesnya kinerja para menteri adalah kesuksesan presiden. Sebaliknya, buruknya kualitas para menteri juga stigma buat presiden. Ibarat pertunjukan musik, SBY sekarang adalah sebagai dirigen orkestra. SBY lah yang menentukan lagu-lagu yang akan dibawakan dan juga para pemain yang dipilih untuk ikut serta dalam pertunjukan

Ketika rakyat “request” lagu berjudul pemberantasan korupsi, maka prasyaratnya SBY harus menjamin para menteri adalah orang-orang yang bersih dari kasus hukum. Manakala dalam perjalanan ditemukan integritas seorang menteri mengalami kecacatan, maka SBY harus berani memecatnya

Agar “konser” lebih meriah, maka rakyat harus sering diajak “bernyanyi bersama”. Untuk itu syaratnya para menteri yang sudah ditunjuk haruslah orang-orang yang merakyat dan siap dan tahan dengan masukan atau kritikan masyarakat

Intinya untuk bisa menjawab keraguan pengamat, masyarakat dan juga mahasiwa yang melakukan aksi turun ke jalan menyangsikan kepemimpinan presiden pilihan rakyat ini, SBY harus menjadikan kabinet sekarang adalah kabinet ahli. Tak peduli dari kalangan profesional maupun parpol. Mereka harus membantu dalam memudahkan kerja pemerintahan dan juga membentuk nilai positif bagi publik.

Kelak SBY akan dicatat sebagai presiden yang berani melaksanakan prinsip the right man in the right place. Prinsip pertama dan utama kabinet hanyalah meritokrasi. Yang dikerjakan para menteri adalah untuk kepentingan rakyat, bukan partai atau kelompok tertentu. Jika tidak, maka jabatan SBY bakal berakhir dalam keadaan su’ul khotimah. Selamat bekerja. Wallahua’lam



Tidak ada komentar: