Senin, 07 Juli 2008

Pernak-Pernik Ajaran Baru

Libur panjang telah tiba, itu artinya sekolah kembali membuka pendaftaran bagi calon anak didik. Berlomba-lomba sekolah menebar informasi, baik via spanduk, iklan di koran, leaflet dan lainnya untuk menggaet bidikan

Untuk sebagaian besar kalangan, tentu mereka lebih mengincar sekolah negeri sebagai tempat berlabuh mencari ilmu bagi buah hatinya. Lebih “terjamin” (ada tanda “”), lebih murah dan sederet kelebihan lainnya adalah menjadi hujjah para orang tua. Hal ini berbeda dengan yang diterapkan oleh keluarga saya dulu di kampung yang mengharuskan anak-anaknya untuk mangan bangku di sekolah yang berlabel agama minimal enam tahun (SD).

Namun masalahnya, harapan para orang tua itu tidak berjalan seirama dengan jumlah sekolah negeri yang ada. Contoh di Batam, seandainya diakumulasi jumlah sekolah (negeri dan swasta) yang ada itu tetap tidak mencukupi daya tampung anak-anak usia sekolah. Untuk mensiasatinya kadang pagi dijadikan SD, siang berubah SMP atau SMA. Atau mungkin murid-muridnya dirolling jam masuknya. Maka tidak heran kalau hari ini masuk pagi, minggu depan masuk siang dan seterusnya.

Parahnya lagi, kuota sekolah negeri hanya 10 persen disediakan bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu tanpa harus melalui tahapan rankingisasi. Melihat sekilas memang terlihat bagus untuk peningkatan mutu pendidikan dan kompetensi, tapi apa tidak terlalu kecil jatah kuota untuk si papa?

Logikanya, anak yang mendapat pelajaran tambahan di bimbingan belajar itu lebih menguasai dibandingkan dengan yang pure mendapat pelajaran dari sekolah. Bagi si miskin, jangankan harus belajar tambahan di Primagama atau lainnya, bahkan untuk sekedar beli baju seragam, buku pelajaran dan uang transport orang tua mereka pasti ngos-ngosan. Namun ini bukan berarti saya under estimated

Di tengah persaingan menjaring target, ada juga sekolah yang super kreatif (baca: kebablasan). Di sebuah spanduk saya membaca yang intinya: Sekolah XXX. Daftarkan putra-putri anda dengan hanya SMS ke No 081X XXX XXXX. Masya Allah, jika sekolahnya sudah selera rendahan begini, terus bagaimana kualitas anak didiknya?

Memang masa liburan panjang seringnya membuat pusing orang tua, apalagi bagi yang anaknya tinggal kelas. Ya Allah, jadikanlah anak keturunan kami adalah yang menentramkan hati dan menyenangkan mata lahir, Aamin.

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Esensi pendidikan itu untuk membekali anak sehingga dia punya kompetensi hidup. Jadi sekolah itu memang tidak selalu berhubungan dengan kesuksesan anak.

Repotnya sistem yang terbentuk di masyarakat selalu membatasi/menutup pintu bagi orang bersekolah rendah (bukan perpendidikan rendah lho), walaupun dia punya kompetensi hidup!

Anonim mengatakan...

mungkin.... "kerepotan" mengurusi anak -sebagai investasi akhirat- yang akan sedikit membantu kita untuk menengok surga NYA.....
terima kasih udah silaturahmi di blog ku.....

Anonim mengatakan...

meski bln repot milih sekolah, karena ga ada yang disekolahkan, tapi ikut merasakan juga betapa sulitnya

klo dikampung ku enak, TK SD punya yayasan NU yang pelajaran agamanya lumayan lah, buktinya masih berbekas mpe sekarang tuh pelajaran figh nya :D

sepakat, klo sekolah agama itu yang utama buat pendidikan anak2 kita usia SD ato SMP

Anonim mengatakan...

Aku belum punya anak
Tapi aku punya adik
Kebayang kalo aku kelak punya anak
Ah semoga ibunya enerjik :D