Selasa, 11 Maret 2008

Jangan Pilih Mereka!

Beberapa hari lalu kita mendengar berita sumbang adanya perselingkuhan politik di senayan. Dimana sembilan parpol yang tidak lolos electoral threshold (ET) namun memiliki kursi di DPR mendapat bonus freepass untuk dapat bertarung di pemilu 2009 tanpa harus cape-cape mengikuti proses verifikasi di Depkumham.

Sepertinya publik sebentar lagi akan mendengar berita yang tidak kalah “gilanya”. Yaitu mengenai kekeukeuhan dua parpol besar yang sudah mensosialisasikan konsep UU Pilpres dengan syarat minimal pengajuan adalah 30 persen dari kursi DPR yang dimiliki.

Sebenarnya konsep di atas diajukan pertama kali oleh Partai Golkar (PG), namun (karena merasa sama-sama superior) akhirnya diamini oleh seteru politiknya (PDIP) yang saat ini memang sudah sering bergandengan tangan dan “bermesra-mesraan”.

Fenomena di atas adalah potret buruk perpolitikan yang dapat dilihat secara kasat mata. Partai-partai besar (PG dan PDIP) hampir tidak akan pernah “berdarah-darah” jika yang dirumuskan adalah masalah yang terkait dengan sosial dan kemasyarakatan. Lumpur lapindo misalnya. Namun untuk masalah perubahan sistem pemilu dan syarat pencalonan presiden 30 persen mereka paling getol memperjuangkannya, karena satu tujuan: keuntungan politik.

Melalui anggota Pansus RUU Pilpres dari Fraksi PG, Ferry Mursyidan Baldan, PG beralasan syarat dukungan pencalonan presiden 30 persen adalah agar terbentuk koalisi permanen selama satu periode pemerintahan.

Apapun alasannya, PG dan PDID tetaplah yang paling diuntungkan. Logikanya jika PG mendapat 20 persen, Partai Demokrat (PD) 8 persen dan PAN 6 persen, kemudian berkoalisi, mungkinkah yang akan dicalonkan presiden itu adalah kader PD atan PAN? Begitu juga dengan PDIP. Apakah partai yang mengaku paling nasionalis itu akan rela jika Mbak Mega hanya dijadikan wakil presiden padahal mengantongi suara yang paling banyak?

Padahal apa yang diharapkan rakyat itu seringkali tidak kompak dengan kepentingan parpol. Lihat saja SBY-JK, walaupun diusung oleh partai-partai kecil akhirnya toh mereka menang juga. Dan PG buru-buru mengaku menjadi partai pendukung mereka (tentunya setelah JK duduk sebagai ketua umum PG)

Hal ini terbukti bahwa, Partai Golkar dan PDIP khususnya adalah partai yang sangat–sangat pragmatis, culas dan tidak peduli dengan kepentingan rakyat. Reformasi di tubuh Partai Golkar yang senantiasa dijadikan jualan dan slogan sebagai partai wong cilik bagi PDIP adalah omong kosong. Jadi jangan pilih mereka di pemilu 2009, titik!.

Wallahua'lam

3 komentar:

Anonim mengatakan...

mari berdo'a saja
untuk kebaikan negeri ini
semoga Allah menjadikan negeri ini menjadi baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur
amin

ngadmin mengatakan...

betul kata tante suroi,buat anak kecil kayak arai.. yah paling bisanya cuma berdo'a aj pa'e..tapi tentunya BELUM TERLAMBAT UNTUK INDONESIA BANGKIT-kan pokonya arai mendukung partai yang adil dan mensejahterakan rakyat deh :D

Anonim mengatakan...

emang lucu tingkah para elite polit kita, kedoknya sih memperjuangkan kepentingan rakyat...tak tahunya malah mbangun kerajaan mereka.

pa lagi dengan sistem pemilu yang terus berubah tiap kali...membingungkan rakyat.....

buat PDIP dan PG...bener2 ingin membunuh partai kecil yng ingin berjuang juga....(")