Selasa, 09 Juni 2009

Meleset, Lembaga Survey Harus Dihukum!

Jagad perpolitikan Indonesia kembali dibikin geger. Gonjang-ganjing ini mencuat seiring dengan hasil survey yang dirilis oleh Lembaga Survey Indonesia (LSI). Tidak main-main, survey yang dilaksanakan pada 25 hingga 30 Mei 2009 ini hasilnya menempatkan pasangan SBY-Boediono melesat meninggalkan pasangan lainnya dengan persentase yang sangat fantastis

Dalam survei tersebut, SBY-Boediono meraih sekitar 70%, Mega-Prabowo mendapat 18%, dan untuk JK-Wiranto “hanya” 7%. Survei ini memiliki margin error plus minus 1,8 % dengan tingkat kepercayaan 95%.

Ibarat api yang membakar ranting kering, dalam waktu sekejap, hasil LSI ini langsung menyebar dan memanaskan banyak pihak. Berbagai komentar miring dituduhkan kepada LSI dan SBY-Boediono beserta timsesnya. “Kenapa tidak 99% sekalian”, kata JK. Hal senada dikatakan oleh Megawati

Bahkan, bukan saja antar capres dan timsesnya, sesama lembaga survey pun saling mencakar. Lembaga Riset Informasi (LRI) langsung membuat survey “tandingan”. Hasilnya, SBY-Boediono dipilih 33,02% responden, sementara JK-Wiranto mengantongi 29,29%, dan Mega-Prabowo diperkirakan dipilih 20,09%.

Hampir bersamaan dengan LRI, Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) melalui metode survei telepon (telepolling) untuk mengungkap preferensi politik masyarakat. Survey ini menempatkan SBY-Boediono mencapai 54,9 persen. Peringkat kedua ditempati pasangan Megawati-Prabowo dengan tingkat elektabilitas 9,7 persen, sedangkan JK-Wiranto sebesar 6,8 persen.

Jika diamati, maka antara LSI dan LP3ES hasilnya ada kemiripan, yaitu dengan menempatkan Mega-Prabowo pada posisi nomor dua. Dan SBY meraih persentase di atas 50%. Berbeda dengan survey LRI yang “menghadiahi” pasangan nusantara, JK-Wiranto persis di bawah SBY-Boediono, dan selisihnya pun tidak terlalu jauh.

Kontan, masyarakat pun dibuat bingung. Apalagi tantangan saling menutup jilid II antara LSI dan LRI apabila prediksinya meleset pun dikumandangkan lagi. Lantas, lembaga mana yang pantas dijadikan referensi. Benarkah ada penggadaian intelektualitas demi mengeruk keuntungan? Atau mungkin sebagai intelektual campaign?

Jika tidak segera direm, yang akan terjadi adalah lembaga survey akan semakin liar dan kian membingungkan. Pasti, menjelang pencontrengan pilpres akan dirilis kembali hasil survey lembaga tertentu untuk menggiring persepsi publik

Melihat prediksi hasil pileg, LSI “lebih aman” dari LRI, mengingat lembaga pimpinan Johan O Silalahi ini pernah meleset jauh menebak siapa yang bakal menjadi jawara pileg 2009. Meski demikian, meminjam istilah Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, survey itu bukan Tuhan yang perlu diikuti dan juga bukan hantu, yang harus ditakuti.

Andai lembaga survey tidak segera “tobat” dalam membingungkan masyarakat, maka masyarakat pasti akan memberi “hukuman” kepada lembaga survey yang meleset. Karena sebenarnya mereka mendambakan lembaga survey yang terpercaya.

Tidak ada komentar: