Rabu, 23 Januari 2008

Kitakah Patriotnya?

Dari zaman baheula sampai saat ini pola pikir sebagian besar masyarakat masih sama, yaitu adanya kecendrungan untuk menempatkan kita (generasi muda-cieh sok muda) pada posisi “lampu merah”. Mulai cuek sampai dekadensi moral. Dari darah panas sampai kenakalan remaja menjadi stigma yang kadong lekat pada diri kita.

Memang tidak lah salah (kaprah) anggapan diatas. Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan generasi muda Indonesia masih banyak yang terjebak dalam kehidupan hedonis. Pesta dan hura-hura dijadikan gaya hidup (life style) yang seolah menjadi warisan turun temurun yang senatiasa diinovasi sesuai masanya. Belum lagi persoalan klasik tawuran antar pelajar yang menjadi “brand” para siswa berseragam putih abu-abu hampir di seantero Indonesia.

Terlebih lagi sekarang, modernitas telah sukses membawa sampah-sampah peradaban berupa narkoba, seks bebas dan permisivisme (gaya hidup serba boleh) yang justru didaulat sebagai pelengkap jawaban gaya pergaulan “modern”. Mahasiswanya sudah disibukan dengan perpeloncoan dan pacaran “gaya bebas” yang diawali dari pandangan pertama terus turun ke hati (it was love at first sight) yang kemudian kata Mbak Nurul F Huda dilanjutkan dengan kissing, necking, petting dan banting yang ujung-ujungnya bunting.

Ditengah situasi masyarakat yang diliputi apriori terkait dengan penilaian terhadap generasi muda. Disaat masih banyaknya teman sebaya kita yang masuk dalam lubang nista dengan berlomba-lomba mencari kesenangan dengan cara apa saja. Menjadi pribadi yang menyenangkan harus senantiasa dikobarkan.

Karena revolusi peradaban besar itu pasti akan tercipta bukan dengan sim salabim ada kadabra, malainkan melalui tahapan tarbiyah (pembelajaran) yang simultan dan menyeluruh dari sang pembelajar yang ikhlas serta memahami benar teori “Innallaha laa yughoyyiru maa biqaumin hatta yughoyyiru maa bianfusihim” (Allah tidak akan merubah suatu kaum kecuali kaum itu yang akan merubahnya sendiri).

Kita harus bertahan dan memberikan warna cerah untuk generasi kita, karena Bung Tomo telah mengingatkan, “Cita-cita seorang pejuang besar adalah ingin mendidik anak muda bangsa menjadi patriot bangsa. Baginya perjuangan tak memiliki arti apabila tidak ada generasi penerus yang memiliki jiwa patriot”. Kitakah patriotnya? Wallahua’lam.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

jadi inget tugas dari murabbi utk bikin resume dakwah ila syabab nya hasan al banna :D

browsing dulu deh