Jumat, 18 Januari 2008

Virus Itu Bernama Pragmatisme

Siang yang terik, tiba-tiba HP saya bergetar mengagetkan tanda ada yang masuk. Oh sebuah SMS dari teman lama, isinya: “Pesan asli …mantan Presiden H.M. Soeharto, Doakan beliau sedang sekarat. Sebarkan ke-8 HP, maka akan terisi pulsa 75.000”.

Kelihatannya tidak ada yang aneh memang. Apalagi entah sudah berapa kali saya mendapat SMS serupa (yang inti infonya bakal dapat pulsa). Seperti biasa, saya tidak pernah menggubrisnya. Ngapain gambling dengan sesuatu yang tidak mendasar? Begitulah alasan saya. Namun untuk siang itu serasa ada yang menggerakkan keinginan. Bukan mereply, apalagi memforwardnya, tapi ....

Jujur, saya senang mendapat SMS dari teman lama. Namun kenapa isinya “cuma” itu saja. Kenapa tidak disertakan pertanyaan “basa-basi” bagaimana kabar saya dan keluarga? Kabar Batam, atau minimal memprologkan kabar dirinya.

Serentak saya tersadar, membayangkan masa-masa ketika mahasiswa. Saat itu digambarkan bagaimana merajut interaksi dengan orang tua “hanya” saat butuh uang saja. Jatah bulananlah, semesteranlah, kursuslah dan lainnya. Padahal ortu kita senantiasa mengalirkan bait-bait do’a untuk keselamatan, kesuksesan dan keberkahan hidup anak-anaknya. Astaghfirullah ....

Orang tua adalah lambang ketulusan. Pernah, suatu ketika saya menelpon bapak di Jawa. “Ada apa?” terdengar pertanyaan dari suara orang yang kian merenta. “Nggak pak, cuma pengen tahu kabar bapak saja”, kata saya. “Oh berarti kamu anak baik”, jawab bapak saya.

Subhanallah, saya diangap anak baik “hanya” karena menelepon sekedar ingin mengetahui kabarnya saja. Tidak ada pengharapan materi.Anaknya masih berbakti terasa cukup baginya untuk menyemangati sisa-sisa umurnya yang kian menua . Tulus, tuluus sekali jawabnya. Subhanallah ....

Bapak, kini anakmu sudah jadi orang tua. Rasanya belum mewarisi keikhlasan seperti yang engkau tunjukan kepada kami. Rasanya belum memiliki ketegaran batu karang yang siap menghadang badai kehidupan sebagaimana engkau menghadapi cobaan.

Entah mengapa saat ini pragmatisme juga mengaliri jiwa-jiwa kami dan juga anda (yang padahal) terdidik dengan sentuhan lembut keikhlasan. Entah siapa sebenarnya yang salah, sistemnya, budayanya atau induvidunya, saya tidak tahu pak. Wallahua’lam

Tidak ada komentar: