Kamis, 28 Februari 2008

Berubahlah Paradigma

Politik memang bikin gregetan. Berita kemarin yang muncul adalah beberapa partai yang tergerus aturan electoral threshold (ET) tiga persen dan partai baru tergopoh-gopoh mendaftarkan diri ke Depkumham, eh nyatanya semalam mereka (yang sudah punya wakil di DPR) beruntung karena masih bisa ikut tanpa mengikuti verifikasi.

Lobi pembahasan RUU Politik partai antara fraksi-fraksi DPR dan pemerintah memutuskan partai yang gagal mencapai electoral threshold (ET) tiga persen, tapi punya wakil di DPR tak perlu merombak diri agar bisa ikut verifikasi pemilu 2009. Karena itu praktis sembilan parpol mendapat freepass.

Logikanya, dengan kekuatan apa mereka bisa menjungkir balikan keadaan? Kursi mereka minim, pemilih tidak loyal ditambah kualitas SDM yang segitu-segitu aja. Dana juga tidak besar-besar amat. Lantas, kartu truf apa yang mereka pegang? Signal di atas menandakan pertarungan di senayan memang dahsyat.

Diperparah sebagian besar politisi berfilosofi burung. Mereka cuek melihat permasalahan masyarakat karena melihat dari jarak yang jauh. Mereka mau turun jika ada makanan berupa reses, musrenbang dan lainnya. Itu pertanda bahwa kita (masyarakat) tidak boleh apatis dengan politik dan aktivitasnya. Itu adalah sebuah tanda jika kita harus mencetak orang baik dan capable di parlemen

Jejak-jejak perpolitikan Indonesia meninggalkan dua lembaran yang kontradiktif dan vis a vis, yakni kebaikan dan keburukan. Namun karena masyarakat gampang tergoda rayuan (baca: pragmatis) dalam menentukan pilihan politiknya, pemandangan politik yang sering ditunjukan adalah catatan buram.

Akibat persoalan pragmatis di atas, itulah yang memiliki andil yang besar dalam men-setting prilaku politik di negeri ini. Paradigma masyarakat dalam menterjemahkan makna politik (baca: pemilu) hanyalah salah satu ajang bagi-bagi duit, bahkan sekedar bagi-bagi kaos (tipis lagi!)

mumpung pemilu masih setahun lagi, belajarlah menjadi pemilih yang cerdas karena kenyataannya hanya dengan cara ini perubahan dapat berlangsung secara konstitusional di negeri ini. Jangan apatis, harapan masih ada. Wallahua’lam

2 komentar:

biaca mengatakan...

Aslkm..mas,

"Jangan apatis, harapan masih ada"

"Bangkit negeriku, Harapan itu masih ada"


mirip..hehhee

Anonim mengatakan...

iya tuh, memang harapan itu masih ada ^^

btw, bakat orasi juga nih
oya sadarkan masyarakat

tapi mereka kayakny ga ngerti bahasa idealisme...melainkan hanya bahasa2 ketulusan saja

semoga Allah membuka hati para pemimpin negeri ini dan menyadarkan masyarakat