Selasa, 26 Februari 2008

Ngeri!

Masyarakat Indonesia hampir saja mati rasa. Tiap hari selalu diberitakan tentang kekerasan. Di televisi, media massa sampai dunia maya. Parahnya kekerasan menyerang tanpa memandang ‘segmentasi pasar’. Pemimpin, rakyat, orang tua, mahasiswa, pelajar sampai anak-anak. Pertunjukan yang tidak terbatas membuat kekerasan menjadi produk yang dipakai secara kolektif.

Ada apa dengan negeri ini? Padahal dahulu Indonesia dikenal sebagai bangsa yang santun, ramah, senang menolong, sabar,, nrimo dan pemaaf. Intinya ruh masyarakat kita adalah anti kekerasan. Namun kesantunan itu lenyap dalam sekejap. Kekerasan menjadi alat ampuh untuk menyelesaikan permasalahan. Kekerasan telah menjadi dunia yang biasa di tengah-tengah kehidupan kita.

Percaya atau tidak sebenarnya budaya kekerasan sudah menjelma sekian lama. Pra kemerdekaan penjajah Belanda, Jepang dan lainnya telah melakukan acting bagaimana kekerasan dipraktekan. Ada adu domba sampai kerja paksa. (Mungkin) inilah awal goresan kelam kekerasan terstruktur di Indonesia.

Era Orde Lama, Soekarno mempunyai ‘hobi’ memenjarakan musuh politik. Sikap ‘sok nasionalis’-nya kadang membuat blunder. HAMKA dipenjara dengan alasan mau menjual negara (namun) tak pernah terbukti. Apalagi orde baru. Zaman ini adalah kekerasan memiliki tempat tersendiri karena mampu dikendalikan dengan ‘cerdas’ oleh sang diktator sejati.

Wilayah agama diwakilkan oleh tragedi berdarah Tanjung Priok. Solusi pemberontakan dengan cara membentuk Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh, ‘almarhum’ Timor Timur dan lainnya. Belum lagi ada penembak misterius (Petrus) yang bergentayangang di tiap-tiap daerah, tak terkecuali di desa terpencil.

Imbasnya, setelah kekerasan terstruktur telah sukses tertransfer pada “mata kuliah” kekerasan kepada masyarakat. kini sudah siap untuk dipraktekan. Ibarat bola salju, kekerasan ini sudah menumpuk menjadi besar dan akan senantiasa menggelinding membesar dan terus membesar menebarkan ancaman yang dahsyat.

Ibarat bom waktu, dipancing permasalahan ekonomi, sosial, HAM dan sebagainya bom itu sudah masanya untuk diledakan. Sehingga sekarang kita tidak asing mendengar suami asal main tampar, tendang dan bunuh. Masyarakat suka main bakar angkutan kota karena supir lalai atau para penumpang dikecewakan. Rumah di bakar (padahal) baru terindikasi adanya praktek amoral. Ih Ngeri!.

Kemana hilangnya kesantunan, keramahan, klarifikasi (tabayyun) dan musyawarah? Yang pasti ini adalah kesalahan jama’ah. Kesalahan kolektif. Kesalahan pemimpin. Kesalahan rakyat. Kesalahan kita bersama. Wallahua’lam

3 komentar:

Anonim mengatakan...

katanya: "dahulu Indonesia dikenal sebagai bangsa yang santun, ramah, senang menolong, sabar,, nrimo dan pemaaf. Intinya ruh masyarakat kita adalah anti kekerasan."

tapi kok bisa gini, berarti indonesia masih sriwijaya ato majapahit kali ya? bingung sy.

Percaya atau tidak sebenarnya budaya kekerasan sudah menjelma sekian lama. Pra kemerdekaan penjajah Belanda, Jepang dan lainnya telah melakukan acting bagaimana kekerasan dipraktekan. Ada adu domba sampai kerja paksa. (Mungkin) inilah awal goresan kelam kekerasan terstruktur di Indonesia.

Anonim mengatakan...

itulah
kenapa aku paling ga suka nonton tv
suguhan nya tidak mendidik

berita2 pun hanya ada tentang korupsi, bencana, dll yang menyesakkan dada

tapi ya gimana ya, kemren ada seorang temen yg bilang gini
"mana perubahan yang dijanjikan partaimu itu, dah menang di jkt, tapi masih begini2 aja indonesia, aku yakin pemilu tahun depan, suara partaimu bakal drop"
----> ekspresi putus asa dari rakyat biasa :-D

Anonim mengatakan...

Kalo dulu ada kerja paksa, sekarang ada nganggur paksa (hiee.. gak nyambung sama artikelnya)

salam kenal nih dr tegal